Bogor — Deputi II bidang Penindakan, Penengakan Hukum dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Pol Drs. Arief Dharmawan, S.H., M.H., M.M., mengatakan bahwa BNPT bukan lembaga penegakan hukum yang bisa berbuat sesuatu bersifat menindak atau memaksa. Hal ini disampaikan dalam pertemuan antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan PPATK yang diadakan di kantor BNPT, Bogor siang ini, Selasa (20/09/16). Pertemuan ini dilangsungkan dalam rangka pengenalan sistem elektronik Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dalam hal pendanaan terorisme dan masalah pembekuan aset terduga teroris, BNPT tidak bisa melakukan tindakan sendiri. Kita butuh bantuan dari pihak yang berwenang,” ujar Irjen Arief menanggapi urgensi pertemuan kali ini.
Terkait hal ini, Kepala Pusat Teknologi Informasi PPATK, Dr. Mohammad Mustafa Sarinanto, memperkenalkan sistem elektronik DTTOT. Sistem elektronik ini bertujuan untuk mempermudah proses pembekuan aset terduga teroris.
“Selama ini di Indonesia proses pembekuan yang menggunakan dokumen secara manual (memerlukan waktu yang, red) cukup lama dan juga menghambat prosesnya. Harapannya dengan adanya aplikasi ini proses pembekuan bisa dilaksanakan dalam waktu 3 hari,” jelas Mustafa.
Dalam pertemuan ini, Mustafa juga menjelaskan proses penggunaan sistem. Ia menambahkan bahwa sistem elektronik ini akan hadir dalam dua versi yaitu, Web dan Mobile Application.