Bandung – Indonesia dan Uni Eropa telah menjalin kerja sama penanggulangan terorisme sejak Maret 2017 silam melalui berbagai proyek kerja sama terutama yang berkaitan dengan Pencegahan dan Penanggulangan Ektrimisme berbasis Kekerasan (Preventing and Countering Violent Extremism -P/CVE) yang ada di Indonesia.
Dan untuk lingkup Regional dan Multilateral, program kerja sama yang dilakukan antara lain mengenai isu-isu yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak yang tergabung dalam jaringan terorissme, proses radikalisasi yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) serta program deradikalisasi baik yang dilakukan di dalam lapas termasuk reintegrasi mantan narapidana kasus terorisme itu di dalam masyarakat.
Dalam lingkup kerja sama bilateral Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Uni Eropa sepakat dalam menjajaki kemungkinan pengaturan untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik di bidang kontra-terorisme, termasuk pertukaran informasi tentang foreign terrorist fighters (FTF) baik dari Indonesia maupun dari negara-negara anggota Uni Eropa melalui peningkatan kerja sama dengan Europol.
Dan pihak Uni Eropa sendiri pun setuju untuk merekomendasikan penguatan kerja sama bilateral di bidang keamanan dengan Indonesia melalui penandatanganan kerjasama Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding / MoU) terkait kontra-terorisme antara BNPT dan Europol.
Untuk itulah Indonesia melalui BNPT melakukan pertemuan strategis bersama dengan European Law’s Enforcement Agency (Europol) dalam rangka penguatan kerjasama bilateral di bidang kontra-terorisme secara virtual yang berlangsung di Bandung, Rabu (21/4/2021)
Dalam pertemuan bilateral tersebut Delegasi RI dipimpin oleh Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, S.IP, SH, MA. Dimana dalam pertemuan tersebut juga mengikutsertakan perwakilan pejabat dari Kementerian / Lembaga (K/L) terkait antara lain Polri (Divisi Hubungan Internasional, Badan Intelijen dan Keamanan, Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror), Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemanana (Kemenko Polhukam) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Stategis (Bais) TNI, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) serta pejabat terkait di lingkungan BNPT.
Sedangkan delegasi Europol selaku tuan rumah pada pertemuan itu sendiri dipimpin oleh Mr. Steven Lambart selaku Senior Specialist for Counter Terrorism Europol.
Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, S.IP, SH, MA menjelaskan bahwa latar belakang dilaksanakannya pertemuan ini adalah untuk memperkuat hubungan kerja sama yang telah tejalin sejak 2017 lalu.
“Dimana Indonesia dan Uni Eropa sendiri telah menjalin kerja sama penanggulangan terorisme melalui berbagai proyek kerja sama terutama yang berkaitan dengan P/CVE di Indonesia, serta dalam lingkup Regional dan Multilateral mengenai isu-isu yang berkaitan dengan women and children associated to terrorism, radicalization in prison, deradicalization dan reintegration into society,” ujar Andhika Chrisnayudhanto.
Lebih lanjut Deputi III BNPT ini menjelaskan, selain membahas tentang rencana penandatanganan MoU kerja sama penanggulangan terorisme dengan BNPT, pihak Europol selaku host pada pertemuan ini juga mengusulkan isu-isu untuk didiskusikan.
“Di dalam pertemuan tersebut ada empat hal yang diusulkan Europol untuk dibahas yaitu. pertukaran pandangan tentang ancaman terorisme (Exchange of views on the terrorist threat); kemudian mandat dari Europol terkait struktur, pelaporan strategis utama; lalu situasi keamanan akibat dampak dari Pandemi Covid-19 ini dan juga kemunkinan kerjasama kedepan antara Europol dengan Indonesia,” ujar mantan Direktur Kerjasama Regional dan Multilateral BNPT ini.
Selain itu menurut pria yang mengawali karirnya dari Kemenlu RI ini mengatakan bahwa, dalam agenda pertemuan ini BNPT menitikberatkan fokus diskusi antara lain menegnai mengenai kategorisasi terorisme dalam perspektif Europol yaitu Jihadist terrorism, Ethno-nationalist and separatist terrorism, Left-wing and anarchist terrorism, Right-wing terrorism, serta Single-issue terrorism.
“Tentunya kami (BNPT) berharap dapat berbagi pengalaman dan praktik terbaik terutama mengenai strategi dan mekanisme untuk memasukan Kelompok Separatis kedalam Daftar Teroris Uni Eropa / Europol. Berkaitan dengan isu ini, kami juga mengundang Duta Besar RI di Berlin, Brussels dan Den Haag untuk berpartisipasi dalam pertemuan ini secara hybrid,” ujar peraih gelar pasca sarjana dari Monash University, Australia ini.
Untuk itu menurut Andika, dalam menghadapi ancaman dan penaggulangan terorisme ini maka dibutuhkannya kerja sama dan kolaborasi antara negara dan institusi internasional dalam menghadapi ancaman terorisme yang memiliki jaringan global dan melintasi batas negara serta perlunya menciptakan langkah-langkah kolaboratif dalam menghadapi ancaman terorisme.
Peluang kerja sama dengan Europol merupakan kesempatan besar bagi Indonesia dalam berkolaborasi dengan institusi internasional dalam penanggulangan terorisme,” katanya mengakhiri.
Para pejabat BNPT yang juga menjadi delegasi Indonesia dan turut hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Direktur Kerjasama Bilateral Brigjen Pol. Drs. Kris Erlangga Adi Widjaya, Direktur Kerjasama Regional dan Multillateral M. Zaim A. Nasution, M.Si dan Direktur Perangkat Hukum Internasional Laksma TNI Joko Sulistyanto, SH, MH.