Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membuat terobosan brilian untuk lebih memajukan program penanggulangan terorisme di masa mendatang. Program itu dibalut dalam sebuah kegiatan bertajuk “Silaturahmi Kebangsaan (Satukan) NKRI” yang menghadirkan para mantan napi terorisme dengan korban terorisme (penyintas). Program itu adalah bagian dari upaya BNPT agar mantan napiter dan penyintas dapat difasilitas sesuai nawacita Presiden RI, Joko Widodo yaitu menghadirkan negara kepada setiap elemen bangsa.
“Semoga dari acara ini bisa menjadi wadah untuk menyalurkan opini dan saran yang produktif kepada pemerintah. Masukan dari peserta pastinya cukup beragam sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral terutama di bidang pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan kesehatan. Karena itu kami akan menghadirkan beberapa menteri terkait di akhir acara ini,” ujar Sestama BNPT, Mayjen TNI R. Gautama Wiranegara saat membuka “Satukan NKRI”
Khusus untuk penyintas, lanjut Mayjen Gautama, pihaknya sangat paham bantuan medis, rehabilitasi psikologi, psikososial, kompensasi serta dukungan bagi keluarga yang meninggal dunia sangatlah dibutuhkan. Karena itu, BNPT akan terus berupaya agar revisi UU Terorisme tidak hanya mengakomodasi unsur penindakan dan pencegahan, namun juga mengakomodasi perspektif para penyintas.
Mantan Direktur Kontra Separatis BIN ini menjelaskan, tak hanya mantan napiter dan penyintas saja yang dihadirkan dalam acara “Satukan NKRI” ini. Pada puncak acara yang akan digelar Rabu (28/2/2018) besok BNPT juga menghadirkan beberapa menteri terkait dan para pemimpin redaksi dari berbagai media nasional di Tanah Air untuk memberikan masukan dan saran terkait upaya penanggulangan terorisme.
“Maka dari itu melalui silaturahmi inilah, tiga pilar utama kegiatan ini yakni mantan napiter, penyintas, dan media diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan saran-saran kepada pemerintah,” tutur jebolan Akademi Militer 1983 ini.
Lebih lanjut Sestama mengatakan, selama ini BNPT sendiri telah menghasilkan berbagai kemajuan, yang salah satunya terkait bidang koordinasi dengan 36 kementerian/lembaga (K/L). Dan acara “Satukan NKRI” ini adalah upaya koordinasi tersebut. Koordinasi yang dilakukan mencakup bidang anggaran, pendidikan, jaminan sosial dan lain sebagainya.
“Pada bidang anggaran, diharapkan bahwa masing-masing K/L terkait dapat menyediakan anggaran khusus untuk pembinaan mantan napiter dan penyintas.,” kata mantan Kabinda Aceh ini
Lalu pada bidang pendidikan, BNPT telah menggandeng Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi untuk merumuskan format pemberian dukungan beasiswa dan pendidikan keagamaan dan wawasan kebangsaan sebagai bagian dari pembinaan masyarakat.
“Di bidang pemenuhan kebutuhan sosial, BNPT bekerja sama dengan Kementerian Sosial, Kementerian Usaha Kecil dan Menengah dalam penguatan perekonomian, jaminan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Ini semua merupakan tanda bahwa negara menjamin hak asasi manusia seluruh elemen masyarakat terutama mantan napiter dan penyintas,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut Sestama juga mengucapkan banyak terima kasih kepada organisasi non-pemerintah yang sudah membantu perjuangan para penyintas. Karena organisasi ini berperan penting dalam memastikan bahwa kebutuhan penyintas telah benar-benar dipahami dan dikomunikasikan.
“Organisasi seperti ini harus didukung dalam mengadvokasi kebutuhan korban. Saya memperhatikan terdapat berbagai organisasi yang sangat peduli terhadap kebutuhan para korban. Mereka ada karena keprihatinan terhadap berbagai aksi terorisme pasca bom Bali, bom Kuningan, bom Marriott, serangan Thamrin, Solo maupun serangan-serangan lainnya,” ujarnya mengakhiri.
Acara “Satukan NKRI” ini dihadiri sebanyak 124 mantan napiter dan 51 penyintas. Pada acara Selasa (27/2/2018) para peserta ini akan dibekali materi motivasi dengan menghadirkan motivator dan psikolog, Nanang Kosim. Selain itu acara ini juga diisi dengan Dialog Kebangsaan dengan menghadirkan beberapa narasumber Prof. Nasarudin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal), Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Mufid (direktur INSEP) dan Yudi Lateif, Ph.D (Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pembinaan Ideologi Pancasila).