Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam waktu dekat ini berencana untuk mengumpulkan para mantan narapidana kasus terorisme (napiter) untuk melakukan rekonsiliasi dengan para korban yang terkena dampak dari aksi terorisme yang pernah terjadi di Tanah Air.
Hal tersebut dikatakan Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, usai acara Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) tingkat Menteri untuk memberikan guidence mengenai laporan sinergitas penanggulangan terorisme dari 34 Kementerian/Lembaga (K/L) periode Juli 2016-Desember 2018 kepada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jenderal TNI (Purn) Wiranto).
“Tadi dalam rapat kami sampaikan bahwa dalam waktu dekat kita akan menggelar rekonsiliasi antara korban dari aksi teror yang pernah terjadi di Indonesia untuk kita pertemukan dengan para mantan pelaku teror yang sudah menyadari akan kesalahan perbuatannya di masa lalu,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol. Sujardi Alius, di kantor Menkopolhukam, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Lebih lanjut mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini menjelaskan bahwa selama ini Indonesia sudah leading dalam masalah pola soft approach (pendekatan lunak) dalam masalah penanggulangan terorisme. Dan sekarang BNPT juga mengurusi masalah korban-korban dari aksi terorisme sejak pasca kejadian hingga pemulihan psikologis korban.
“Korban aksi terorisme ini ada asosiasinya. Lalu untuk mantan pelaku teror yang sadar dan kembali ke NKRI lalu sekarang ikut bersama BNPT, jumlahnya ada sekitar 120 orang. Para mantan ini sudah berkumpul bersama-sama kami dan menyadari kesalahannya. Lalu kita ambil sebagai narasumber dalam rangka berhadapan dengan kelompok-kelompok yang potensial radikal,” ujar alumni Akpol tahun 1985 ini
Dengan telah sadarnya para mantan pelaku teror untuk tidak lagi mengulangi perbuatan di masa lalunya itulah kemudian BNPT menurutnya menginisisasi untuk mempertemukan antara pelaku teror yang sudah sadar dengan para korban aksi teror baik korban aksi teror dari bom Bali, bom Kedubes Australia, bom JW Marriot dan korban dari aksi teror lainnya .
“Nanti yang korban teror akan berkata ‘tolong jangan ada lagi seperti kami kami ini, cukuplah kami saja yang mengalami ini’. Lalu mantan pelaku teror dalam kesempatan yang sama dan yang selama ini disampaikan ke kami juga mengatakan bahwa ‘saya tidak menyangka bahwa banyak korban adalah saudara-saudara kita sendiri dan kami menyesal dengan apa yang telah kami perbuat selama ini.’,” ujar Kepala BNPT memberikan gambaran mengenai rencana rekonsiliasi tersebut.
Dikatakan mantan Kabareskrim Polri tersebut, di dalam rekonsiliasi tersebut selain mengundang 34 K/L terkait pihaknya juga akan mengundang pihak lainnya seperti Panitia Kerja (Panja), Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Terorisme dan juga Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), termasuk mengundang media.
“Nanti pak Menkopolhukam yang akan memberikan sambutan. Panja, Pansus Revisi UU Terorisme dan UKP Pancasila akan kita undang termasuk pemimpin redaksi media dari dalam dan luar negeri. Mereka akan kita minta untuk memberikan pernyataan terkait pertemuan tersebut. Ini segera kita laksanakan sekitar akhir Februari ini untuk bisa memberikan kedamaian di masyarakat dan juga dunia bahwa Indonesia itu sejuk dan damai,” ujar Jenderal berpangkat bintang tiga kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini juga mengungkapkan, dalam rapat tersebut pihaknya juga memberikan laporan mengenai telah tuntasnya pembangunan boarding school atau pembangunan pesantren yang menampung anak-anak dari mantan pelaku aksi terorisme di Medan dan Lamongan, yang mana anak-anak tersebut jangan sampai mengikuti jejak orang tuanya dimasa lalu. Dimana boarding school ini sudah menjadi merek dunia dan sudah dipaparakannya di Dewan Keamanan (DKK) PBB, DK Uni Eropa.
“Dimana saja kami mengatakan bahwa selama ini kita mengedepankan pola soft approach (pendekatan lunak) dalam menangani akar masalah terorisme di negara kita dan itu sudah menjadi merek dunia sekarang ini. Dan semua-produk produk yang sudah kita laksanakan itu kita berikan subtitle bahasan Inggris sebagai sarana buat ibu Menlu juga dalam mensosialisasikan Indonesia,” tuturnya.
Mantan Kepala Divisi Humas Polri ini juga mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut juga menginformasikan mengenai hal—hal yang perlu diwaspadai terkait kembalinya para retureness dari Suiriah terutama terhadap anak-anak yang didiknya luar biasa, sangat ‘radikal’ karena mereka tidak dididik sebagaimana anak-anak pada umumnya
“Itu perlu kita waspadai. kita tidak ngomongin orang tuanya yang tentunya lebih parah lagi. Tetapi beban anak-anak ini yang harus kita waspadai,” ucap mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Selain itu pihaknya juga meminta peran dari Pemerintah Daerah (Pemda) untuk sangat aktif karena selama ini semuanya ada di daerah dimana para mantan-mantan itu jangan dimarjinalkan di masyarakat agar mereka tidak kambali kepada hal-hal yang bersifat radikal. Dan semua K/L sudah memyatakan kesiapnnya untuk membantu menangani khususnya untuk hulu masalah terorisme yang selama ini belum terurus dan sekarang ini sudah ditangani semua K/L.
“Mereka semua tadi mendengarkan bagaimana kita mempersiapkan diri untuk menjadi ujung tombak dalam rangka pendekatan lunak. Pendekatan keras (hard approach) semua negara punya, tapi pendekatan lunak inilah yang kita punya dan menjadi contoh dari seluruh dunia terhadap Indonesia‘ ujar mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Kapolres Molres Metro Depok ini mengakhiri.
Sementara itu Menkopolhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto dalam jumpa persnya usai rakorsus tersebut menyampaikan rencana rekonsiliasi yang diinisiasi BNPT tersebut yang akan dilaksanakan pada akhir Februari 2018. Menurutnya pemerintah akan mengupayakan cara baru yang dianggap lebih manusiawi untuk pencegahan radikalisme terulang kembali dari para mantan narapidana terorisme.
“Kami sedang mengembangkan lagi satu rekonsiliasi antara pelaku atau eks pelaku terorisme atau yang kita kenal eks napi terorisme dan keluarga korban terorisme. Nanti para mantan pelaku terorisme itu akan meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban terorisme,” ujar mantan Panglima ABRI ini.
Dijelaskan alumni AMN tahun 1968 ini, rekonsiliasi tersebut dilakukan agar tidak ada lagi kebencian keluarga korban kepada mantan narapidana terorisme. “Nanti mantan napi terorisme ini akan menyatakan permintaan maaf, penyesalannya, bahwa yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang melampui batas, sesuatu yang tidak pantas, sesuatu yang menyakitkan banyak orang,” kata pria yang pernah menjadi Pangkostrad dan Pangdam Jaya ini.