Tarakan – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meyakini Media memiliki posisi penting dalam meredam isu-isu negatif terkait radikalisme dan terorisme, karenanya badan negara yang kini dinahkodai oleh Irjen Pol. Tito M Karnavian Ph.D itu mendorong media massa untuk meningkatkan peran dalam upaya pencegahan terorisme.
“Media massa dan terorisme itu selalu bersama. Pencegahan terorisme membutuhkan media massa, begitu juga pelaku teror membutuhkan media massa untuk eksistensinya,” ujar Kasubdit Kewaspadaan Direktorat Pencegahan BNPT, Dr. Hj. Andi Intang Dulung, dalam diskusi dengan redaksi Radar Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (27/4/2016).
Terkait dengan peran strategis media massa dalam pencegahan terorisme, Andi menambahkan, peningkatan peran disebut sebagai bentuk keterlibatan nyata. “Media harus menyiarkan pemberitaan yang benar untuk mencegah penyesatan terhadap masyarakat, khususnya di isu-isu terorisme yang sangat sensitif,” tambahnya.
Pemimpin Redaksi Radar Tarakan, Anton Joy membenarkan hal itu. Menurutnya Tarakan telah menajdi pintu masuk dan keluar para pelaku teror. Atas dasar tersebut, dia sependapat media memang harus berperan secara positif dalam upaya pencegahan terorisme.
“Sudah banyak kasus terungkap, pelaku teror sebelum atau sesudah dari Filipina, transitnya di Tarakan. Kami di Radar Tarakan sadar, media harus menangkap ini sebagai informasi dan diberitakan yang benar, agar bisa menjadi pembelajaran dan kewaspadaan bersama bagi masyatakat,” kata Joy.
Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya, mengungkapkan peran strategis media massa dalam pencegahan terorisme. Salah satunya bisa diwujudkan melalui pendidikan dan Peningkatan kapasitas jurnalis atau wartawan. Kasus ledakan bom di kawasan Thamrin, Jakarta disebutnya menjadi bukti masih rendahnya kesadaran media massa dalam mendidik wartawannya.
“Pasca ledakan bom di Thamrin, ada 8 media yang disanksi oleh KPI. Hasil riset saya ini salah satunya karena masih rendahnya pemahaman wartawan tentang bagaimana melakukan peliputan terorisme yang benar, dan ini akibat mulai hilangnya tradisi pendidikan oleh media massa,” ungkap Willy.
Willy menambahkan, media juga perlu didorong untuk selalu patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik. “Khittahnya media adalah Kode Etik Jurnalistik. Mari kembali ke khittah untuk pemberitaan yang baik dan benar, dan khusus isu-isu terorisme sekarang sudah ada Pedoman Peliputan Terorisme yang dikeluarkan oleh Dewan Pers dan BNPT,” lanjutnya.
Jurnalis senior yang memiliki pengalaman panjang meliput kasus terorisme di Iraq dan Suriah, Satrio Arismunandar, membenarkan jika pengetahuan adalah kunci bagi reporter di lapangan untuk menghindari kesalahan dalam peliputan dan pemberitaan.
“Jika media massa masih berat untuk memberikan pendidikan dan peningkatan kapasitas bagi wartawannya, solusinya bisa diikutkan dalam pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh organisasi profesi kewartawanan dan instansi pemerintah. Besok, di Tarakan BNPT akan menggelar Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme, di dalamnya ada pelatihan, media massa harus menangkap ini sebagai peluang positif,” pungkas Satrio.
BNPT melaksanakan program Pelibatan Media Massa dalam Pencegahan Terorisme di Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa – Jumat (26 – 29 April 2016). Dua kegiatan akan dilaksanakan dalam program tersebut, yaitu Media Visit serta Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme.