Semarang – Dalam ranah hukum, tindak pidana terorisme oleh beberapa ahli hukum dikatakan sebagai political criminal di mana aktivitas kejahatannya dilakukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat ideologis. Kejahatan tersebut dilakukan bukan atas dasar motivasi nafsu dan keinginan pribadi pelaku semata, tetapi atas keyakinan pelaku bahwa mereka sedang memperjuangkan atau mempercayai suatu moralitas yang dianggap lebih tinggi. Sehingga tindakan yang mereka lakukan itu dimaksudkan untuk mengganti moralitas atau ketentuan yang berlaku di masyarakat.
Dalam konteks radikalisme dan terorisme di Indonesia, pelaku teror berkeyakinan bahwa sistem demokrasi dan pancasila yang dimiliki Indonesia harus diganti dengan sistem khilafah yang menurut mereka lebih tinggi kedudukannya, padahal demokrasi dan pancasila yang digunakan Indonesia telah terbukti ampuh membawa bangsa ini tumbuh besar.
Untuk itu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak pernah berhenti mengajak seluruh komponen masyarakat untuk meningkatkan nasionalisme dan menepis paham-paham radikal yang ingin mengganti dasar negara dengan ilusi tak berdasar. Seperti yang terjadi pada Sabtu kemarin, (30/07/16), BNPT mengumpulkan seluruh praktisi hukum dan mahasiswa fakultas hukum se-kota Semarang untuk melakukan dialog penegakan hukum dalam konteks Pencegahan Tindak Pidana Terorisme di Aula IAIN kota Semarang.
Dijelaskan oleh direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Irfan Idris., penegakan hukum terhadap terorisme di Indonesia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : (l) Tindakan Preventif melalui kegiatan penanggulangan anti teror yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Kegiatan ini meliputi teknik pencegahan kejahatan murni yang ditujukan untuk memperkuat target serta prosedur untuk mendeteksi aksi teror yang terencana. Perencanaan dan latihan adalah unsur penting dalam program penanggulangan teror, (2) Tindakan Represif melalui segala usaha dan tindakan untuk menggunakan segala daya yang ada meliputi penggunaan alat utama sistim senjata dan sistim sosial yang ada untuk menghancurkan aksi teror.
Irfan juga menegaskan bahwa meski terosisme kerap mengatasnamakan agama, namun tindakan jahat ini bertentangan dengan agama.
“Tugas kita sekarang adalah bagaimana caranya meminimalisir tantangan terorisme. Kita juga harus mewaspadai terorisme menjadi 3 macam: kejahatan luar biasa, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan lintas negara,” jelasnya.
Menurutnya, terorisme dapat ditekan dengan meminimalisir penyebaran ajaran-ajaran kebencian dan permusuhan. Karenanya ia menghimbau agar masyarakat meningkatkan kerjasama guna melawan ajaran-ajaran kebencian yang semakin meresahkan.