Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengajak
kementerian/lembaga (k/l) memaksimalkan perpanjangan waktu pengajuan
kompensasi dan bantuan bagi korban terorisme masa lalu yang telah
diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Ajakan itu disampaikan oleh Direktur Perlindungan BNPT RI Brigjen Pol.
Imam Margono dalam Rapat Koordinasi (Rakor) BNPT bersama K/L di
Jakarta, Rabu (25/9/2024). Ia mengatakan pemaksimalan perpanjangan
waktu yang telah diberikan harus dilakukan agar penanganan korban
terorisme bisa lebih responsif dan proaktif.
“Tunjukkan adanya langkah nyata dalam upaya sinergitas kelembagaan,”
ujar Imam seperti dikutip dari keterangan tertulis resmi di Jakarta,
Kamis (26/9/2024.
Menurutnya, dengan demikian persepsi dan langkah BNPT beserta K/L
harus disatukan dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor
103/PUU-XXI/2023 tentang permohonan pengujian Pasal 43L ayat (4)
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme (UU Terorisme).
Dalam putusan itu, kata dia, batas waktu pengajuan permohonan
kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan
psikologis bagi korban terorisme kepada lembaga yang menyelenggarakan
urusan di bidang pelindungan saksi dan korban diubah menjadi 10 tahun
dari sebelumnya hanya tiga tahun.
Terkait pemberian kompensasi korban terorisme, Imam membeberkan
terdapat beberapa tantangan berupa rekam medis korban yang sudah
dimusnahkan oleh rumah sakit, kendala akses informasi, kondisi
geografis, kendala pemohon, serta syarat formal permohonan kompensasi.
“Untuk itu perlunya pembahasan terkait pertukaran data dan informasi
serta koordinasi dengan negara asal kalau terkait korban terorisme
yang merupakan warga negara asing (WNA),” katanya.
Selain dalam menangani permohonan korban tindak pidana terorisme, ia
menegaskan persamaan persepsi dan langkah BNPT beserta k/l juga
diperlukan untuk memperhatikan keberadaan korban tindak pidana
terorisme.
Adapun dari data yang dihimpun per September 2024, terdapat kurang
lebih 1.157 korban tindak pidana terorisme masa lalu. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 492 korban belum teridentifikasi.