BNP2TKI: Pekerja Migran Indonesia Sasaran Efektif Penyebaran Radikalisme

Hong Kong – Pekerja migran menjadi salah satu kelompok yang rentan terpapar paham radikal. Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong juga tak lepas dari bahaya paham tersebut. Seperti yang dikutip dari antaranews.com, berdasarkan hasil penelitian Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) tahun 2017 lalu, sebanyak 45 PMI Hong Kong yang mayoritas kaum perempuan terlibat kelompok ekstremis dengan mendeklarasikan kekhalifahan ISIS.

Menanggapi hal ini, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengadakan Focus Group Discussion peningkatan kapasitas PMI dalam Rangka Mencegah Radikalisme yang berlansung di masjid Kowloon, Hong Kong, Minggu (9/12/2018).

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid. Menurut Nusron, PMI jadi strategi efektif untuk menyebarkan bibit radikalisme. PMI dianggap sebagai penanggung jawab utama ekonomi keluarga, sehingga bisa mempengaruhi pemahaman keluarganya di tanah air.

Kurangnya literasi tentang kelompok radikal menjadi salah satu faktor internal kelompok PMI di luar negeri mudah terpapar radikalisme. Terlebih lagi, mulai banyak kelompok radikal yang berdakwah melalui forum-forum PMI di luar negeri. Dalam diskusi tersebut, Nusron mengingatkan para PMI untuk tidak takut menegur jika melihat kegiatan atau kajian yang terindikasi radikal.

“Jangan diam kalau ada yang lihat tanda-tanda (paham radikal), datangi baik-baik, diberitahu.” Ujar Nusron di tengah acara.

Gencarnya penyebaran paham radikal di kalangan pekerja migran tidak lepas dari peran perkembangan teknologi, khususnya media sosial. Sarana media sosial yang digunakan secara aktif oleh pekerja migran di kala senggang menjadi sasaran utama kelompok radikal menyebarkan pahamnya. Bahkan, sebagian besar pekerja migran yang berbaiat pada kelompok ekstrimis seperti ISIS dilakukan secara online. Tidak hanya itu, percakapan grup online seperti whatsapp dan telegram juga menjadi sarana penyebaran paham radikal di antara pekerja migran.

Untuk itu, pekerja migran diminta untuk dapat menyaring informasi yang beredar di media sosial. Seperti yang diungkapkan Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. Hamli dalam kegiatan yang sama.

“Kalau di medsos tolong gunakan dengan arif. Kalau (kontennya) tidak perlu di-sharing gak usah di-sharing. Lihat dulu (kontennya), kalau bagus silahkan di-sharing, kalau tidak hapus saja.”

Hamli juga mengungkapkan untuk lebih berhati-hati dalam memilih pertemanan di media sosial.

“Kalau berteman di medsos harus lihat-lihat. Kalau orang itu ngajak yang nggaknggak, tidak usah berteman di medsos, jauhi saja” tambahnya.

Melalui kegiatan diskusi ini, PMI Hong Kong diharapkan dapat membentengi dirinya dari paham-paham radikal yang mulai menyasar kelompok mereka.

Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program BNP2TKI bekerja sama dengan BNPT untuk menangkal paham radikal di kalangan pekerja migran Indonesia. Sebelumnya sosialisasi serupa sudah dilakukan di Taiwan dan Korea Selatan. Diskusi yang dihadiri 100 pekerja migran Indonesia di Hong Kong ini juga diisi oleh berbagai narasumber seperti Achmad Nadlif, wakil sekretaris PBNU; Ahmad Zubaidi, sekretaris Komisi Dakwah MUI; dan Muhammad Faris Al Haq, wakil pengasuh PP NU.