BIN Tak Bisa Lagi Andalkan Metode Konvensional Tapi  Harus Lakukan Transformasi Digital

Jakarta – Di tengah era disrupsi teknologi, Badan Intelijen Negara
(BIN) yang genap berusia 79 tahun pada 7 Mei 2025, tidak bisa lagi
mengandalkan metode konvensional semata dalam menjaga keamanan dan
kedaulatan bangsa Indonesia. Transformasi digital di tubuh BIN,
penguatan analisis prediktif, dan investasi pada teknologi intelijen
terkini adalah sebuah keniscayaan.

Hal itu dikatakan dikatakan Anggota Komisi III DPR sekaligus penerima
Brevet dan Warga Kehormatan Badan Intelijen Negara (BIN) Bambang
Soesatyo (Bamsoet) di Jakarta, Kamis (8/5/2025). Menurutnya, menjaga
integritas dan profesionalisme personel intelijen di tengah
kompleksitas tugas juga menjadi fondasi utama. Selain itu, sinergi
antar lembaga dengan TNI, Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN),
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta lembaga terkait
lainnya, menjadi elemen penting dalam efektivitas kerja BIN.

“Di usianya yang ke-79, BIN tidak hanya merayakan sejarah panjang
pengabdiannya, tetapi juga merefleksikan tantangan berat di masa
depan,” ujar Bamsoet,

Dia melanjutkan, menjadi ‘mata dan telinga’ negara yang tajam dan
terpercaya di tengah pusaran ancaman siber dan terorisme global
membutuhkan bukan hanya kecakapan, tetapi juga komitmen tanpa batas
untuk bangsa dan negara Indonesia. “Perjalanan senyap BIN dalam
menjaga negeri harus terus berlanjut, memastikan setiap warga negara
dapat merasa aman dan terlindungi,” imbuhnya.

Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20 ini memaparkan, ancaman siber
bukan lagi sekadar peretasan situs web biasa. Kini, ancaman berubah
menjadi spionase siber canggih, serangan terhadap infrastruktur kritis
nasional, pencurian data sensitif berskala besar, hingga operasi
disinformasi dan misinformasi yang bertujuan mengganggu stabilitas
politik dan sosial.

Berbagai insiden kebocoran data di lembaga pemerintah maupun swasta
dalam beberapa waktu terakhir menjadi contoh nyata. BIN dituntut tidak
hanya reaktif, tetapi proaktif dalam memetakan aktor-aktor ancaman
siber. Upaya ini mencakup peningkatan kapabilitas intelijen sinyal,
intelijen siber dan kolaborasi erat dengan BSSN, Kementerian Kominfo,
serta penyedia layanan internet. Penguatan sumber daya manusia
intelijen yang ahli teknologi siber dan penguasaan big data analytics
serta kecerdasan buatan (AI) mutlak diperlukan.

Bamsoet menerangkan, Indonesia dengan populasi pengguna internet di
2024 mencapai 221,56 juta orang, menjadi target yang potensial. Data
dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di tahun 2023, telah terjadi
lebih dari 400 juta upaya serangan siber dan anomali trafik di
Indonesia.

“Meskipun detail operasi BIN bersifat rahasia, perannya dalam
memberikan peringatan dini dan analisis intelijen mendalam terkait
potensi serangan siber terhadap target-target strategis nasional
menjadi sangat krusial,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
ini menambahkan, dalam dua tahun terakhir, Indonesia mencatatkan nol
serangan terorisme. Sebuah pencapaian signifikan dalam upaya
penanggulangan terorisme. Laporan Global Terrorism Index terbaru
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-30 dengan kategori ‘medium
impact of terrorism’. Ini menunjukkan penurunan signifikan dalam
aktivitas kelompok ekstremis dan teroris.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran aktif BIN dalam koordinasi
dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen
Khusus 88 Polri dalam melakukan pencegahan, penindakan, dan
deradikalisasi. “Langkah-langkah seperti pemantauan aktivitas online,
penangkapan pelaku terorisme, dan program deradikalisasi telah
memberikan dampak positif dalam menekan aktivitas terorisme di
Indonesia,” pungkas Bamsoet.