Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Dalam pertemuannya, LPSK meminta pemerintah segera meneken revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi Korban.
“Secara khusus kami juga mohon bantuan dari Pak Wapres untuk mendorong agar segera ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2018 yang direvisi karena itu berkaitan dengan kewenangan LPSK untuk memberikan layanan kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme, terutama tindak pidana terorisme di masa lalu,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis, (12/3).
Hasto mengatakan, berdasarkan UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Terorisme, LPSK memiliki kewenangan untuk membayarkan kompensasi itu paling lambat 3 tahun setelah UU diterbitkan. Namun, bila merujuk pada PP 7/2018, LPSK belum bisa mengeluarkan kompensasi itu karena terbentur aturan soal skema pemberian kompensasi.
“Karena dengan keluarnya UU No 5 Tahun 2018 tentang Terorisme itu, LPSK diberi mandat untuk membayar kompensasi kepada korban. Itu diberi batas 3 tahun setelah keluarnya UU. Kalau ini tidak keluar nanti kita makin pendek waktu untuk membayar kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme,” jelasnya sebagaimana disitat dari detik.com.
Hasto mengatakan setidaknya ada 800 korban terorisme yang akan menerima kompensasi. Pemberian kompensasi dilakukan dalam bentuk skema sesuai dengan cedera yang dialami oleh korban.
“Itu kan untuk kompensasi sudah ada 800 orang ya kira-kira tindak pidana terorisme di masa lalu yang sudah berhasil diidentifikasi oleh LPSK bersama dengan BNPT. Ganti rugi yang kita berikan bentuknya skema,” sebut Hasto.
“Skema yang akan kita bayarkan korban meninggal dapet berapa, kemudian yang dulu lukanya luka berat cedera berat berapa, sedang berapa, ringan berapa. Jadi itu dibuat seperti itu. Ini dalam rangka juga meringankan beban negara sehingga negara tidak terlalu besar dalam pembayaran kompensasi juga,” sambungnya.
Hasto mengatakan korban terorisme itu terdiri atas korban terorisme masa lalu, yaitu korban bom Bali 1 pada 2002, bom JW Marriott pada 2003, bom di Kedubes Australia pada 2004, bom Bali 2 pada 2005, dan bom Sarinah pada 2016.
“Di masa lalu, dari bom Bali 1, bom Bali 2, belakangan-belakangan Marriott, (Kedubes) Australia, Marriott dua kali, Sarinah juga,” kata dia.
Dalam pertemuan ini, Hasto menyebut Wapres Ma’ruf menyambut baik laporan dari LPSK itu. Ma’ruf juga disebut akan mendorong agar Presiden Jokowi untuk menandatangani revisi PP Nomor 7 Tahun 2018.
“Bagus sekali dan akan mendorong dan juga mengingatkan pada Presiden untuk segera menandatangani PP,” tutupnya.