Jember – Kampus berpotensi terinflitrasi radikalisme. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir berjanji siap menjaga perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) agar terhindar dari perilaku yang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kami preventif. Kami jaga jangan sampai terjadi infiltrasi di kampus-kampus, baik negeri dan swasta se-Indonesia,” katanya di Kampus Universitas Jember, Rabu (27/9/2017).
Kampus yang merupakan kumpulan anak muda, para dosen, dan para cendekiawan berpotensi terinflitrasi radikalisme. “Ini harus dibendung dan dijaga,” katanya seperti dikutip Antara.
Dia juga mengatakan, deradikalisasi untuk mahasiswa dibutuhkan karen bisa jadi mereka telah mengikuti paham radikal saat menempuh pendidikan di SD, SMP atau SMA.
Namun, Nasir belum bisa memastikan jumlah atau presentase mahasiswa yang terlihat paham radikal karena yang dilakukan adalah upaya preventif.
Terkait dengan adanya dosen yang tergabung dengan organisasi massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan pemerintah, Nasir mengatakan, para dosen itu harus memilih tetap bergabung dengan NKRI atau mengundurkan diri menjadi dosen.
Para dosen yang terlibat HTI, katanya, masih dalam pembinaan oleh para rektor dan sejauh ini belum ada dosen yang dikeluarkan karena menjadi anggota HTI.
Sebelumnya pada Selasa (26/9/2017), ribuan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dari seluruh Indonesia melakukan deklarasi antiradikalisme yang dihadiri Presiden Joko Widodo di Nusa Dua. “Perguruan tinggi harus merawat empat pilar kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Mohamad Nasir.
Dikatakan, perguruan tinggi juga akan merumuskan langkah nyata dari deklarasi tersebut. Setelah rumusan dihasilkan, tahap berikutnya adalah implementasi di kampus. “Kami juga bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk melakukan screening. Begitu pula dengan perguruan tinggi swasta yang juga harus menyeeleksi para dosen dan pegawai,” ujarnya.
Nasir juga meminta rektor supaya mendata para dosen pegawai yang terpapar radikalisme untuk selanjutnya ada pembinaan.
Ke depan, aksi-aksi seperti ini harus terus dilakukan, pemahaman pada Pancasila melalui pendalaman dalam kegiatan akademik mengenai sejarah lahirnya Pancasila dan mengapa harus ada lima sila dalam Pancasila. “Perguruan Tinggi Indonesia harus menjadi pintu gerbang keberlangsungan Pancasila dan menjaga bingkai NKRI,” katanya.