Jakarta – Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir Rahman mengatakan, infiltrasi kelompok radikal di kampus patut diwaspadai. “Kegiatan di kampus yang dilakukan secara eksklusif atau tertutup dan dilaksanakan pada waktu yang tidak normal, itu perlu diwaspadai. “Kelompok ini memberikan doktrin radikal dengan mencari waktu di luar jam kampus,” katanya dalam kegiatan Metro on Campus kerjasama Metrotv dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (7/12/2017) lalu.
Menanggapi pernyataan itu, pengamat sosial dan politik dari UI Donni Edwin, SSos, MSc mengatakan, kampus adalah tempat di mana kebebasan berpikir dijamin. Di kampus terdapat beragam pemikiran atau ide yang kadang-kadang saling bersaing satu sama lain. Dan mahasiswa adalah konsumen dari ‘pasar’ pemikiran itu. “Cara terbaik membendung pengaruh kelompok radikal di kampus adalah dengan melawan pemikiran atau ide-ide mereka dengan pemikiran juga,” katanya.
Dikatakan, di kelompok mahasiswa rumpun ilmu-ilmu sosial tampaknya lebih mudah melawan pemikiran kelompok radikal karena para mahasiswanya terbiasa mengkaji berbagai macam pemikiran. “Jadi tidak mudah ditipu oleh doktrin kelompok radikal,” katanya kepada Damailahindonesiaku.com, Kamis (14/12/2017).
Menurut Edwin, lain halnya dengan kelompok mahasiswa rumpun ilmu-ilmu eksak yang karena sifat keilmuannya jarang bersentuhan dengan ragam pemikiran sosial, budaya, dan politik. Kecuali mereka yang memang memiliki minat personal terhadap isu-isu sosial politik dan budaya. Karena itu, katanya, umumnya mahasiswa-mahasiswa seperti itulah yang seringkali jadi sasaran empuk para pemasar doktrin-doktrin pemikiran radikal.
“Mereka mudah terpesona dengan doktrin-doktrin kelompok radikal. Singkatnya, menurut saya, pengaruh kelompok radikal ini bisa dilawan setidaknya diminimalisir dengan cara menunjukkan di mana kesalahannya,” katanya.
Untuk itu, Donni Edwin menambahkan, pihak universitas bersama-sama pemerintah bisa melakukan berbagai langkah inovatif, misalnya membuat mata kuliah khusus non SKS, menyebarluaskan bahaya-bahaya doktrin radikal melalui berbagai media, serta menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menandingi pengaruh paham radikal.