Beberapa Kali Hadir di Baiat ISIS, Densus 88 Diminta Segera Tangkap Munarman

Jakarta – Tiga eks FPI terduga teroris di Makassar mengungkapkan fakta kehadiran mantan Sekum FPI Munarman dalam baiat ISIS tahun 2015 lalu. Selain itu, beberapa foto kehadiran Munarman di acara ISIS juga menjadi bukti kuat hubungan antara FPI dan ISIS.

Karena itu, Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) Petrus Selestinus meminta Densus 88 perlu melakukan pencekalan, tangkap dan menahan Munarman. Pasalnya, Munarman diduga kuat hadir pada saat sejumlah anggota FPI atau eks anggota FPI (pasca bubar) dibaiat masuk jaringan teroris ISIS di Jalan Sungai Limboto, Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2015.

“Ini sesuai pengakuan Achmad Aulia (30), terduga teroris Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang ditangkap oleh Densus 88, beberapa waktu yang lalu,” kata Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis, Minggu (7/2/2021), dikutip dari laman JPNN.

Menurut Petrus, fakta lain juga tak terbantahkan mengungkap jejak kehadiran Munarman saat acara Tabligh Akbar dan baiat anggota FPI ke dalam jaringan ISIS pertengahan tahun 2015 yang lalu.

“Ini terungkap dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tahun 2019, pada halaman 6, 18, 57 dan 70 yang bersumber dari keterangan Terdakwa Ade Supriadi, selaku terdakwa Teroris,” tegas Petrus.

Petrus menjelaskan, penangkapan Munarman untuk memastikan seberapa jauh peran dan keterlibatannya, sebagai Sekjen FPI dalam aksi-aksi terorisme jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah dibaiat ke dalam jaringan ISIS. Selain itu, juga untuk mengetahui apa saja peran penting Rizieq Shihab dalam proses baiat anggota FPI ke dalam jaringan teroris JAD dan ISIS.

Karena itu Petrus mendorong suatu penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh dan komprehensif terhadap seluruh aktivitas FPI di masa lalu dengan pendekatan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Sebab, kata Petrus, sejak berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas, aktivitas ormas-ormas Intoleran dan Radikal mendapatkan keleluasaan, hingga tindakan-tindakan yang mengancam eksistensi Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945.

“Pendekatan dengan menggunakan instrumen UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memang diperlukan,” tukas Petrus.

Pasalnya, ada rangkain peristiwa berupa ancaman kebencian, permusuhan antara golongan masyarakat dan narasi yang berisi ancaman kekerasan yang menimbulkan perasaan takut secara meluas, koheren dengan aksi terorisme yang akhir-akhir diduga di dalamnya ada anggota FPI.