Jakarta – Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda memaparkan upaya Bawaslu dalam mencegah politik suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) pada setiap pemilu dan pemilihan. Diantaranya mengoptimalkan sosialisasi, penyediaan Informasi publik, dan pendidikan politik kepada masyarakat, tim kampanye, relawan serta pasangan calon.
“Kami juga akan melakukan nota kesepahaman dengan Menkominfo terkait pengawasan dan pencegahan konten internet berita bohong SARA, politik Identitas. Serta, membangun kerja sama dengan pemangku kepentingan sosial media salah satunya Meta,” ucapnya dalam Dialog Kebangsaan dengan Partai Politik yang digelar oleh BNPT di Jakarta, Senin, (13/3/2023).
Herwyn menilai, munculnya politik SARA berdasar adanya ketimpangan sosial ekonomi di masyarakat. Akibatnya, kata dia, identitas mudah dijadikan faktor determinan untuk menyulut solidaritas kelompok.
Selain itu, kata dia, ada peran dari politikus atau individu tertentu saat melakukan komunikasi yang menyinggung psikologi massa.
“Isu SARA menjadi sangat masif dan menyebar ke ruang publik karena diproduksi dan dikapitalisasi oleh elite politik, seperti konsultan politik, anggota parpol, tim sukses, dan elite ormas tertentu, sehingga memberikan dampak ketegangan sosial,” ungkapnya.
Menurut Herwyn, politik SARA tidak bisa dibenarkan karena mendelegitimasi identitas tertentu dan mengunggulkan identitas yang lain. Padahal, kata dia, semua entitas identitas diakui sama dan sederajat tanpa membedakan satu dengan yang lainnya.
“Bawaslu bekerja secara taktis dengan menggerakkan sumber daya struktural organisasi pengawas pemilu untuk mencapai efektifitas pengawasan. Tidak lupa ada peran masyarakat dalam kegiatan pengawasan pilkada, untuk mendeteksi dan melaporkan dugaan pelanggaran terutama terkait dengan penggunaan isu SARA dalam kampanye,” tuturnya.