Jakarta – Paham radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) harus diberantas dari Indonesia, karena paham itu membawa ajaran sesat. Paham itu teridentifikasi bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dan mereka mengancam perdamaian dan persatuan di Indonesia.
“Upaya pencegahan paham radikalisme dan mengarah pada pecah belah bangsa Indonesia harus lebih masif dan intensif. Jika tidak, ancaman ISIS dan organisasi seperti Gafatar ini akan terus muncul,” ungkap anggota Komisi VIII DPR RI FPKB KH Maman Imanulhaq yang akrab disapa Kang Maman di Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Di tengah upaya Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) menjalankan program pencegahan terorisme, kabar mengejutkan muncul terkait banyaknya orang hilang. Salah satu kasus orang hilang adalah kasus dokter Rica dan anaknya di Yogyakarta, yang akhirnya ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Kabarnya hilangnya dokter Rica serta beberapa kasus orang hilang di beberapa tempat seperti puluhan PNS di Kabupatan Purbalingga, terkait dengan organisasi Gafatar. Dari informasi kepolisian, Gafatar terindikasi merupakan pecahan Al Qiyadah Al Islamiah yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq. Mereka merekrut aktivis dan mantan aktivis, serta profesional muda yang pengetahuan agamanya pas-pasan.
Menurut Kang Maman, organisasi seperti Gafatar akan terus muncul bila pemahaman tentang prinsip keagamaan, kebangsaan dan kenegaraan belum dipahami secara komprehensif oleh seluruh masyarakat. Hal itu memungkinkan selalu ada sekelompok orang yang secara ilusif mencoba membangun sistem di dalam sistem.
“Ini jadi tugas besar negara dan ormas keagamaan untuk memberi pemahaman kepada warga negara melalui civic education dan agama yang bernilai nasionalisme,” imbuh Maman.
Selain itu, lanjut dia, banyaknya patalogi sosial di tengah masyarakat berupa ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum serta kehancuran moralitas di tengah masyarakat terutama oleh penyelenggara pemerintahan, memunculkan kekecewaan dan keinginan untuk merebutnya dari mereka.
“Yang pasti adanya orang-orang yang sedang bermasalah, galau, gelisah yang secara personal mencoba mencari solusi sendiri. Ini yang menjadi sasaran empuk untuk direkrut paham radikalisme dan organisasi seperti Gafatar ini,” terangnya.
Untuk itulah, harus ada kontra intelijen dan propaganda dari pemerintah untuk memberikan peringatan kepada kelompok-kelompok radikal dan organisasi menyimpang seperti Gafatar agar tidak bisa berkembang.
Sementara itu dikutip dari akun facebook-nya, dosen ilmu sosial Universitas Negeri Semarang (Unesa) Moh Yasir Alimi PhD memberikan solusi untuk mencegah penyebaran paham-paham negatif tersebut. Ia menyarankan kepada masyarakat terutama umat muslim untuk berhati-hati ikut pengajian dan bertanya lebih dulu tentang ilmu agama sang ustadz,serta alirannya apa.
“Kalau ustadznya hanya belajar dari buku saja, tentu jangan diikuti.Apalagi hanya belajar dari google atau postingan berita. Jangan sampai urusan agama dan akhirat itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya dan yang tidak punya guru. Jangan juga serahkan urusan agamamu pada dunia cyber yaitu wartawan yang tidak diketahui namanya, siapa gurunya, apa disiplin ilmunya, dan kesehatan jiwanya,” kata Yasir.
Begitu juga dengan para mahasiswa atau mahasiswa, ia menyarankan agar selalu melibatkan dosen pembimbing dalam membaca atau menyusun skripsi, tesis, atau desertasi, terutama untuk urusan ilmu agama. “Intinya jangan serahkan urusan akhirat kita pada makelar ideologis. Carilah wali atau kiai yang benar-benar paham tentang agama untuk belajar karena inti agama adalah untuk membebaskan, bukan untuk menindas atau mengajarkan kebencian,” tukasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya penguatan cinta tanah air dan bangsa.Menurutnya Pancasila adalah saripati ajaran ketuhanan yang sudah terbukti kebenarannya. Di akhir coretannya, Yasir menyarankan agar setiap orang yang mau bepergian wajib minta izin. “Nek arep lungo, ijin bojo, ijon wong tuwo (kalau mau pergi, izin suami, ijin orang tua?,” pungkasnya.