Mataram – Kabupaten dan Kota Bima selama ini masih menjadi pantauan Badan Penanggulangan Teroris (BNPT) RI. Pasalnya dua daerah ini masih ditengarai sebagai sarang gerakan radikalisme alias terois. Kenyataan tersebut terlihat masih adanya penangkapan terhadap beberapa pelaku teror di NTB. Seperti penangkapan terhadap 6 terduga teroris pada bulan Maret 2022 di wilayah NTB.
“Selanjutnya, penangkapan terhadap 3 orang terduga teroris jaringan JAD Bima pada Juni 2022 dimana 2 diantaranya (SO dan AS) merupakan residivis mantan Napiter, dimana SO telah mengikuti pelatihan militer bersenjata api pada tahun 2012 serta pernah terlibat dalam merangkai bom rakitan yang meledak di Pos Polisi Jalan Smaker, Kabupaten Poso dan SO telah bebas pada Desember 2019. Berikutnya pada Mei 2023, ditangkap seorang terduga teroris berinisial MT di Kota Bima, NTB. Ia diketahui pernah berangkat ke Yaman dan bergabung dengan organisasi Alqaeda in The Arabian Peninsula (AQAP),” kata Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Irjen Polisi Ibnu Suhaendra, S.IK diwakili Direktur Pembinaan Kemampuan Brigjen Polisi Wawan Ridwan, S.Ik., S.H., M.H di Mataram, Selasa (25/7/2023).
Pernyataan itu itu diucapkan Wawan saat berbicara pada acara Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personel TNI, Polri dan Instansi terkait mendukung penanggulangan terorisme di provinsi NTB. Ia mengungkapkan, berdasarkan Indeks Potensi Radikalisme (IPR) tahun 2022 yang dipublikasikan oleh BNPT, khusus Provinsi NTB berada dalam peringkat 6 nasional dengan nilai indeks 13,3. Nilai tersebut berada di atas rata — rata nasional yang berada di angka 10.
ia menyebut, riset yang dilakukan oleh pusat studi agama dan demokrasi Yayasan Wakaf Paramadina juga menunjukkan bahwa perkembangan terorisme di Bima, NTB dalam dua dekade terakhir menjadi masalah serius dan menjadi salah satu tantangan pengelolaan demokrasi yang berat di Indonesia.
“Aksi terorisme yang terkait dengannya, baik di Bima maupun di luar Bima, memiliki akar yang cukup dalam. Di dalam sejarah Bima (atau Indonesia) kontemporer dengan alasan menjadi pendorong dan pendukung yang cukup kuat terhadap gerakan radikalisme,” tandasnya.
Diungkapkannya, dihadapkan pada situasi dan kondisi tersebut, BNPT menyadari bahwa upaya penanggulangan terorisme tidak dapat dilakukan secara mandiri, namun dibutuhkan dukungan, kerjasama dan kolaborasi yang baik antar stakeholders di berbagai wilayah.