Jakarta – Segenap elemen masyarakat terutama umat Muslim harus merawat negara dan bangsa ini. Pasalnya, banyak negara luar yang iri dengan Indonesia yang mampu merawat keragaman dalam persatuan dan perdamaian. Sementara di luar sana, banyak negara Islam yang justru terlibat perang saudara.
“Kita harus merawat negara dan bangsa ini. Apa yang kurang baik perlu diperbaiki dan yang sudah baik perlu ditingkatkan lagi,” kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud saat menyampaikan pidato kunci dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) ke-IV Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI-MUI) di Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Kiai Marsudi menyebutkan banyak negara Islam yang mengalami perang. Indonesia bisa menjadi contoh perdamaian. Indonesia dengan beragam agama, suku, ras, dan lain-lain, mampu menjadi contoh dari negara-negara di dunia.
“Indonesia punya budaya kumpul-kumpul dan itu tidak dimiliki mereka. Mereka ingin belajar kepada Indonesia,” kata dia.
Ia mengakui, meski suasana mulai memanas jelang Pemilu 2024, namun diyakini Indonesia punya bekal yang baik sehingga bisa melewatinya dengan baik. Kiai Marsudi pun mengajak agar umat Muslim berada di posisi tengah.
Menurutnya, Allah SWT menciptakan Muslim sebagai umat yang wasatha (tengah, adil, seimbang). Umat wasatha mencakup semua nilai kehidupan, termasuk politik kebangsaan.
Ulama-ulama dulu sebelum kemerdekaan berdiskusi tentang bentuk negeri ini. Mereka sepakat, urusan negara dan kepemimpinan dilakukan dengan cara musyawarah dan ridha.
“Ada satu pertanyaan yang harus dijawab, yaitu ‘Apakah saya berbangsa dan bernegara di NKRI yang menjadikan UUD 1945 dan Pancasila sudah sesuai dengan ajaran agama saya?’ Pertanyaan itu akan muncul terus di generasi kita dan selanjutnya,” ujar Kiai Marsudi.
Dia menyatakan, ada banyak konsep dan model berbangsa dan bernegara. Ada yang ekstrem kanan (sosialis) dan ada ekstrem kiri (kapitalis).
Sementara, kata Kiai Marsudi, ulama dan para pendiri bangsa zaman dulu telah memilih titik tengah. Mereka menyatukan nilai-nilai yang tetap dan yang berubah dengan al-tathawwur (perkembangan) sehingga menjadi sebuah negara bangsa.
Ia menilai, para ulama dan para pendiri bangsa sepakat negara Indonesia berdasarkan syura dan ridha. Maka dibentuklah DPR, MPR, DPD, dan lainnya