Bandung – Indonesia Political Research Consulting (IPRC) membantah hasil survei Setara Institute yang menyebut bahwa Jawa Barat (Jabar) daerah paling intoleran dalam 12 tahun terakhir. Bantahan itu sesuai dengan hasil survei IPRC yang menyebut bahwa Jabar adalah daerah yang sangat toleran.
“Dari survei terbaru kami pada 20-30 April, menunjukan bahwa secara umum masyarakat Jabar punya toleransi memadai,” kata Direktur Operasional dan Data Strageis IPRC, Idil Akbar dalam keterangan tertulis, Rabu (9/6/2021).
Dari survei IPRC, 71 persen responden mengajarkan untuk tidak menghina agama lain, 71 persen setuju hidup berdampingan antar agama lain. Dalam aspek hubungan keagamaan, tingkat toleransi warga terhadap penyelenggaran ibadah dan pembangunan rumah ibadah agama lain relatif tinggi.
“Tapi memang untuk aspek lain yang lebih personal seperti ucapan selamat pada perayaan agama lain, membantu membangun tempat ibadah agama lain dan menghadari acara agama lain hingga menyumbang dana untuk kegiatan agama lain cenderung rendah,” kata Idil Akbar.
Survei juga menyebut 55,8 persen responden setuju setiap orang punya hak untuk beribadah sehingga pendirian rumah ibadah apapun tidak noleh dilarang. Sebagian kecil setuju dan menjawab tidak tahu.
Termasuk 70,7 persen responden setuju bahwa setiap orang punya hak untuk beribadah sehingga acara keagamaan apapun di lingkungannya tidak boleh dilarang.
Lalu untuk soal relasi dialog dan musyawarah, jual beli dengan pemeluk agama laiin, hasilnya, di atas 69 persen bersedia berdialog atau musyawarah bahkan terlibat jual beli dengan pemeluk agama lain.
66.4 persen responden juga tidak menolak jika tinggal bersama seperti bertetangga bahkan memberi bantuan kepada penganut agama lain dalam satu lingkungan.
Bahkan, survei menyasar soal persepsi responden soal Jamaah Ahmadiyah, Jamaah Syiah, Hizbut Thahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), 72 persen responden menyebut tidak tahu soal organisasi tersebut.
Untuk urusan pemimpin kepala daerah bupati atau walikota hingga presiden, survei IPRC menyebut rata-rata di atas 50 persen responden keberatan jika pemimpin berasal dari agama lain.
Namun, untuk prinsip dasar bernegara, mayoritas warga menyatakan demokrasi bisa diterapkan di Indonesia dan tidak bertentangan dengan Islam.
72 persen responden tidak setuju demokrasi bertentangan dengan Islam. Sisanya, 7.3 persen menjawab tidak tahu, 10,1 persen menjawab setuju dan 10,6 persen tidak tahu.
“Mayoritas warga menyatakan demokrasi bisa diterapkan di Indonesia dan tidak bertentangan dengan Islam, meski sebagian kecil berpandangan negatif tehadap demokrasi. Mayoritas tidak menyetujui gagasan radikalisme dan ekstrimisme, namun terdapat minoritas yang setuju,” kata Idil Akbar.
Survei IPRC in digelar pada 20-30 April 2021 di sembilan daerah di Jabar dengan responden sudah berumur 17 tahun. Sembilan daerah itu antara lain Kota Depok, Bekasi, Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Purwakarta, karawang dan Kabupaten Cirebon.
“Meski ada keterbatasan sampel yang tidak mewakili populasi masyarakat Jabar di 27 daerah, namun pilihan wilayah mewakili karakteristik demografis Jabar. Yaitu, masyarakat perkotaan, transisi dan perdesaan,” katanya.
Sampel dalam survei ini sebanyak 400 orang dengan metode penarikan sampel melalui mulstistage random sampling dengan margin error rata-rata kurang lebih 5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.