Palu – Satuan Koordinasi Wilayah (Satkorwil) Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Sulawesi Tengah menggelar seminar kebangsaan dengan tema “Penguatan Peran Da’i dan Ta’mir Masjid dalam Mencegah Penyebaran Paham Radikalisme” di Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Parigi Moutong (Parimo), Kamis (28/2).
Kepala Satkorwil Banser Sulteng, Saiful Daud mengatakan, saat ini penyebaran paham radikalisme semakin marak dilakukan kelompok-kelompok tertentu, terutama di sarana-sarana ibadah yang ada di Parigi Moutong.
“Untuk itu, diperlukan kerja sama dari semua kalangan masyarakat untuk mencegah masuknya paham radikalisme itu, karena hal ini bisa mengancam keutuhan NKRI,” ujarnya.
Pihaknya juga mengharapkan para dai untuk menjaga masjid-masjid dari masuknya kelompok-kelompok penyebar paham radikalisme itu.
“Kami dari Banser Sulteng siap menjaga dan mencegah masuknya paham-paham radikalisme di Parigi Moutong,” tegasnya.
Seminar kebangsaan itu menghadirkan tiga narasumber, yakni perwakilan Kesbangpol Parimo Abdul Marhalim, perwakilan Kementerian Agama (Kemenag) Parimo dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Parigi Barat, Saifudin Lukman dan salah satu tokoh agama Parigi Ustadz Abdul Malik.
Perwakilan Kesbangpol, Abdul Marhalim mengatakan, radikalisme merupakan pergeseran nilai-nilai agama. Menurut data Kesbangpol, kata dia, beberapa organisasi telah ditetapkan pemerintah sebagai organisasi terlarang seperti HTI.
“HTI sendiri memiliki asas yang isinya adalah membentuk wilayah tanpa batas. Hal inilah yang akan menjadi pemicu perpecahan dalam masyarakat,” katanya.
Dia juga menyebutkan, tugas dari Kesbangpol adalah membuat forum-forum komunikasi antar umat beragama, membuat kegiatan-kegiatan diskusi antar masyarakat, sebagai wadah untuk saling menyampaikan pendapat dan memberikan pemahaman bahwa berbeda tetapi tetap satu sebagai satu kesatuan.
Dia pun berharap kepada masyarakat agar lebih waspada dan segera melapor jika melihat ada gejala-gejala organisasi radikal mulai berkembang.
Kepala KUA Parigi Barat, Saifudin Lukman menyebutkan, Kemenag telah mengeluarkan langkah-langkah untuk mencegah lahirnya paham radikalisme di masjid-masjid, sekolah dan pengajian.
Salah satu upanya adalah melalui pendidikan penguatan akar sejarah NKRI, baik tradisi, kultur dan adat istiadat.
“Masyarakat harus lebih mengenal dan lebih percaya diri akan jati diri dan sejarah NKRI,” katanya.
Dengan pengenalan terhadap sejarah NKRI, maka diharapkan masyarakat menjadi pribadi yang lebih toleransi dan terbuka terhadap perbedan-perbedaan yang ada,” tambahnya lagi.
Tokoh agama Parigi Ustadz Abdul Malik, mengatakan, para da’i dan ta’mir masjid harus memahami terlebih dahulu radikalisme. Untuk memberantas atau memutus mata rantai penyebarannya, dilakukan melalui identifikasi ciri-ciri, di antaranya sikap intoleransi, fanatisme, eksklusif, dan frontal.