Yogyakarta – Langka keren dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta. Salah kampus terbaik di Indonesia itu kini telah memiliki
rumah ibadah enam agama di lingkungan kampus. Keberadaan rumah ibadah
6 agama itu sebagai upaya membangun inklusivitas di tengah
keberagamaan Indonesia.
Rumah ibadah itu dibangung di kompleks fasilitas kerohanian disamping
Masjid Kampus dan Mardliyyah Islamic Center yang telah lebih dulu
dibangun. Kompleks fasilitas kerohanian yang di dalamnya terdapat dua
bangunan gereja, masing-masing untuk kegiatan kerohanian agama Katolik
dan Kristen Protestan, wihara untuk peribadatan agama Buddha,
kelenteng untuk peribadatan agama Konghucu, serta pura untuk
peribadatan agama Hindu.
Fasilitas kerohanian dibangun untuk mewadahi kegiatan-kegiatan
kerohanian bagi sivitas UGM yang terdiri dari dosen, tenaga
kependidikan, dan mahasiswa. Kompleks ini diresmikan Rektor dan Ketua
Majelis Wali Amanat (MWA) UGM, Selasa (19/12/2023) bertepatan dengan
peringatan Dies Natalis ke-74 UGM.
“Di UGM sendiri salah satu karakter yang kita bangun adalah
inklusivitas. Kita memang heterogen, sehingga itu harus diwadahi
termasuk dalam hal keberagamaan,” tutur Rektor UGM, Prof. dr. Ova
Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D.,, dikutip dari situs resmi UGM.
Fasilitas kerohanian ini berlokasi di Jl. Podocarpus, Sendowo,
berdekatan dengan salah satu asrama mahasiswa UGM. Fasilitas tersebut
berdiri pada lahan seluas 5.994 M2, di dalamnya termasuk area terbuka
hijau, plaza, serta area parkir.
Masing-masing bangunan peribadatan didesain menggunakan ciri dari
masing-masing agama. Dua gereja yang telah berdiri masing-masing mampu
menampung hingga 100 orang. Pura mampu menampung 50 orang, sedangkan
wihara dan kelenteng masing-masing dapat menampung sekitar 40 orang.
Inisiasi Pembangunan fasilitas ini dimulai pada tahun 2020, pada
kepemimpinan rektor sebelumnya, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng.,
D.Eng., IPU., ASEAN.Eng. Peletakan batu pertama dilakukan pada 21 Mei
2022 di akhir masa kepemimpinannya, sementara proses pembangunan
dimulai pada tanggal 24 Januari 2023 di bawah kepemimpinan rektor saat
ini.
“Ini akan menjadi tempat bagi sivitas untuk berdiskusi dan
mempraktikkan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing,”
imbuh Rektor.
Bangunan wihara, kelenteng, dan pura telah selesai dibangun pada
tanggal 19 November lalu, sedangkan gereja dan fasilitas pendukungnya
diselesaikan pada tanggal 16 Desember. Pembiayaan pembangunan
fasilitas tersebut menggunakan dana masyarakat sejumlah Rp25 Miliar.
Ketua MWA UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., menerangkan makna
penting fasilitas ini, yang sejalan dengan jati diri dan semangat UGM.
“Terima kasih atas kerja keras sehingga ini bisa terwujud, sebuah
kebanggaan yang luar biasa. Kalau di GIK kita menjulang tinggi, di
sinilah kita mengakar kuat. Sejak awal mahasiswa masuk ke sini sudah
terekspose dengan keberagaman, ini akan menjadi modal besar bagi
Indonesia ke depan,” tuturnya.
Pratikno berharap, komunitas keagamaan di lingkup UGM dapat
menghidupkan fasilitas ini dengan kegiatan-kegiatan yang bermakna. Ia
juga berharap inisiatif ini dapat menginspirasi institusi pendidikan
lainnya untuk ikut mewadahi para sivitas dalam menekuni kegiatan
keagamaan sekaligus merayakan keberagaman.
“Kita bisa mendorong kebinekaan dari UGM. Harapannya ini terus
diperluas di universitas lain, sehingga kesadaran akan perbedaan
tetapi tetap bersatu menguat di antara anak muda kita,” tambahnya.