Jambi – Keluarga dipandang oleh banyak pihak sebagai salah satu tempat potensial untuk pembiakan paham kekerasan radikal-terorisme, ikatan darah dan intensitas hubungan disebut sebagai faktor utama suksesnya penanaman ideologi ini. Karenanya, langkah pertama yang harus dilakukan untuk memotong penyebaran radikalisme-terorisme bermula dari keluarga.
Hal ini disampaikan oleh Mayor Infantri Imam Syafi’i. S.H., M.H, dalam Rembuk Kebangsaan yang diadakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jambi, Bidang Pemuda dan Perempuan, siang ini, Kamis (20/04/17).
Secara khusus, Syafi’i menyoroti peran penting keluarga dalam mendidik anak. Menurutnya, saat ini telah terjadi pergeseran dalam hal orientasi pendidikan. Di mana anak-anak lebih diarahkan untuk hanya cerdas menguasai pelajaran di sekolah namun abai dengan pentingnya penanaman akhlak.
“Anak-anak tidak pernah lagi diajari etika, kita hanya menuntut anak-anak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan dunia luar,” ujarnya.
Baginya, kecerdasan di sekolah saja tidak cukup, terlebih karena kecerdasan tersebut tidak mampu membuat orang menjadi bijak. “Saya heran, kita sekolah sampai 12 tahun, tapi pake kendaraan bermotor saja tidak bisa (mematuhi peraturan dengan baik, red),” imbuhnya.
Pria yang kini menjabat sebagai Pasiter Wanwil Korem 042/Garuda Putih Jambi ini menambahkan bahwa anak-anak juga mulai banyak yang kekurangan kasih sayang. Ia menyebut mulai ada banyak orang tua yang menganggap kasih sayang dapat digantikan dengan uang atau hadiah.
“Ibu-ibu sekarang banyak yang sibuk mengejar karir, anak-anak diitipkan ke penitipan anak, pagi ditaruh, sore diambil, kapan kita bisa kasih sayang ke mereka?”
Hal lain yang ia soroti adalah terkait dengan lunturnya pengamalan nilai-nilai Pancasila. “Nilai pancasila sengaja dikubur agar Indonesia tidak menjadi bangsa yang maju dan besar seperti seyogyanya,” jelasnya.
Padahal, dalam pandangannya, Pancasila telah terbukti berhasil menuntun bangsa Indonesia menjadi maju dan besar seperti saat ini. Terkait dengan berkembangnya radikalisme dan terorisme yang kerap mengatasnamakan Islam, Syafi’i menegaskan bahwa terorisme bukan bagian dari Islam.
“Islam tidak mengajarkan kekerasan. Tidak ada orang kafir sekarang, semuanya sudah beragama. Tapi karena kita gampang terpengaruh, kita mudah terombang-ambing,” ungkapnya.
Di akhir paparan, ia mengatakan jika ingin Indonesia tetap jaya, maka 4 pilar kebangsaan harus tetap dipertahankan. Keempat tiang yang dimaksud adalah; NKRI, Pancasila, UUD 45, dan Bhinekka Tunggal Ika.