Foto : Tempo

Awas Serangan Siber Bisa Ancam Pemilu

Jakarta – Pemilihan Umum (Pemilu) baik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Presiden (Pilpres) sudah berada di depan mata. Berbagai antisipasi pun telah dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya hal-hal yang mungkin terjadi yang bertujuan untuk mengacaukan Pemilu seperti pengerahan massa dan serangan siber.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menilai, kedua hal itu berpotensi mengancam penyelenggaraan pemilu. Ancaman siber misalnya bisa berupa peretasan situs milik penyelenggara pemilu, sehingga dapat merusak atau mencuri berbagai data yang dimiliki.

“Kita harus mewaspadai cyber attack (serangan siber) terhadap KPU dan Bawaslu. Karena cyber attack itu tidak bisa kita duga, datanya bisa diambil dan tersebar ke mana-mana,” ujar Wiranto seusai Rapat Koordinasi Pemilu di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin, dikutip dari laman sindonews.com.

Mengantisipasi hal itu, Kemenko Polhukam terus mengoordinasikan berbagai langkah antisipasi pengamanan terhadap data elektronik yang disimpan penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu. Langkah pengamanan itu berupa penguatan proteksi jaringan untuk melindungi berbagai data penting lewat kerja sama dengan berbagai instansi terkait, termasuk pihak kepolisian yang memiliki direktorat khusus tentang keamanan siber.

Selain ancaman siber, terang Wiranto, pengerahan massa juga menjadi ancaman tersendiri baik itu pada pemilihan kepala daerah, legislatif, maupun presiden. Karena itu, pemerintah telah memerintahkan kepolisian di daerah agar mewaspadai berbagai ancaman pengerahan massa dengan melakukan deteksi dini serta mengamankan berbagai objek vital, khususnya gedung para penyelenggara pemilihan di daerah.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menambahkan bahwa hoaks juga bisa menjadi ancaman terbesar bagi ketahanan nasional dalam menghadapi pemilu. Dia berharap, tradisi pemilu damai dapat terus dilanjutkan masyarakat Indonesia.

“Saya rasa hoaks adalah yang terbesar. Hoaks itu merupakan medium untuk menyalahgunakan tema-tema yang punya daya pemantik emosi yang tinggi pada masyarakat,” kata Agus.

Ia menegaskan, hoaks bisa melahirkan fanatisme bagi siapa saja yang mempercayai kebohongan. Karena itu, apabila semua pihak yang terlibat dalam Pilkada dapat melaksanakan peran dan fungsi sesuai peraturan yang ada, hoaks atau ancaman lain akan dapat dihindari.

Agus berharap masyarakat Indonesia dapat terus melanjutkan tradisi pelaksanaan Pemilu yang damai dan tak pernah melahirkan konflik, apalagi konflik berdarah. Kedamai an tersebut menjadi suatu hal yang kerap diapresiasi, bahkan dikagumi oleh dunia terhadap Indonesia.