Bukittinggi – Terorisme merupakan ancaman global, sehingga menjadi perhatian serius oleh dunia internasional termasuk di Indonesia. Hal ini dikarenakan terorisme sudah dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). Perkembangan jaringan terorisme di Indonesia diikuti dengan pesatnya perkembangan jaringan radikalisme sebagai suatu fase menuju terorisme, seperti HTI, IM, JAS, MMI, dan sebagainya.
Di era digital sekarang ini kelompok radikal terorisme telah menggunakan media sosial dan internet (media online/dunia maya) untuk melakukan proses radikalisasi. Bagi kelompok radikal terorisme, penggunaan media dunia maya tentunya akan lebih cepat dan massif dalam menyebarkan paham radikalisme dan propagandanya.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, S.E., M.M,, dalam paparannya secara online saat menjadi narasumber pada acara Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Sumatera Barat yang berlansgung di Balai Sidang Bung Hatta, Hotel Novotel, Bukittinggi, Selasa (22/9/2020).
“Kelompok terrorisme ini menggunakan dunia internet, media sosial, yang tentunya dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dan tentunya penyebaran paham radikal terorisme ini sangat membahayakan kaerna dapat menganggu empat pilar ketahanan bangsa yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ini yang harus diwaspadai bersama,” ujar Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid.
Lebih lanjut Direktur Pencegahan BNPT mengungkapkan bahwa selama ini di Indonesia penyebaran paham radikal terorisme ini bahkan disalahgunakan oleh kelompok tersebut dengan membungkus dengan motif agama, yaitu Islam. Hal tersebut tentunya sangat merugikan dan memfitnah terhadap ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
“Radikalisme yang mengatasnamakan agama, khususnya Islam di Indonesia tentu hakikatnya adalah fitnah bagi Islam, Karena sikap kaum radikalisme yang mengatasnamakan Islam tersebut tentunya bertentangan dengan ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin
Lebih lanjut Brigjen Nurwakhid menjelaskan bahwa radikal terorisme ini selalu mendikotomi antara agama dan negara dan bahkan dibandingkan antara Pancasila dengan Al Quran. Dan bahkan kita sering mendengar ada ustad atau penceramah yang mempolitisasi atau memanipulasi dan bahkan melakukan brainwash umatnya yang tidak paham.
Misalnya mereka membandingkan seperti bagus mana antara Al Quran dengan Pancasila?, bagus mana Pemerintahan Islam dengan Pemerintahan Indonesia?, bagus mana sistem Republik dengan sistem Khilafah yang dulu dijalankan dengan para sahabat nabi ?. Kelompok radijkal terorisme tersebut akan menggirisng seperti itu sehingga akan menyesatkan pemahaman kepada umatnya.
“Perlu adik-adik ketahui bahwa yang namanya Pancasila oleh para pendahulu bangsa kita ini dulu telah digali dari nilai-nilai agama dan budaya. Sehingga ketika ada yang medikotomi dengan mempertentangkan agama dengan Pancasila atau Pancasila dengan Al Quran tentunya hal itu tidak apple to apple. Itu tidak bisa dibandingkan karena tidak proposional untuk dibandingkan,” ujarnya
Hal tersebut dikarenakan Pancasila itu produk manusia, sementara Al Quran itu adalah produk Tuhan yang merupakan wahyu ilahi. Tetapi tidak ada satupun substansi ataupun sila dalam Pancasila itu yang bertentangan dengan agama. “Jadi Pancasila itu adalah produk dari nilai-nilai agama, digali dari nilai-nilai agama dan budaya bangsa Indonesia ini. Dan Pancasila itu sudah menjadi kesepakatan,” ujar alumni Akpol tahun 1989 ini.
Noor Irawan, [22.09.20 19:31] Hal inilah yang sering dilakukan kelompok radikal terorisme untuk menyebarkan paham-pahamnya, terutama terhadap para generasi muda yang tidak memahami agama secara utuh maupun kurag memiliki wawasan kebangsaan. Hal ini dikarenakan generasi muda cenderung masih labil dan rentan sehingga mudah untuk dimasuki paham tersebut.
“Karena generasi muda ini masih memiliki semangat yang tinggi, tetapi pengalaman dan pengetahuannya masih sedikit, sehingga mudah dimasuki. Oleh karena itu harus ada semacam imunisasi ideologi dan akhlak kebangsaan untuk anak muda agar terhindar dari paham-paham ini.,” ungkapnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa salah satu upaya imunisasi ideologi pada generasi muda adalah dengan memanfaatkan anak-anak muda itu sendiri melalui Duta Damai Dunia Maya itu, sehingga pesan-pesan dan narasi yang disebarkan pun lebih didengar oleh generasi sebayanya.
“Imunisasi ideologi ini bisa dengan berbagai metode. Tidak hanya dengan doktrin, tetapi anak-anak muda saya rasa punya cara yang lain, cara yang asyik, yang lebih diterima oleh anak-anak muda sebayanaya,” ungkapnya.
Untuk itu Direktur Pencegahan meminta kepada seluruh anggota duta damai untuk dapat membuat konten milenial, kekiniaan. Namun demikian diriinya meminta agar dalam membuat konten-konten tersebut juga tidak meninggalkan nuansa agama. Karena kelompok radikal terorisme tersebut selalu membenturkan agama yang dipahami secara tekstualistik dengan Pancasila, budaya serta kearifan lokal.
“Ini spenting saya katakan sebelum adik-adik duta damai dunia maya ini melangkah lebih jauh dalam menjalani tugasnya sebagai relawan penyebar konten perdamaian di dunia maya. Dengan memiliki imunitas ideologi, duta damai dunia maya akan lebih optimal dan efektif dalam membuat produk kontra narasi yang dihasilkan,” perwira tinggi kelahiran Magelang ini.
Brigjen Nurwakhid pun sangat berharap kedepannya para anggota duta damai untuk tidak lelah dalam menebarkan nuasa perdamaian, baik dengan narasi-narasi atau konten-konten kreatif, sehingga upaya imunisasi ideologi generasi muda dari paham radikal dapat terus berjalan.
“Saya harap adik-adik duta damai ini akan terus kreatif, berlomba-lomba dalam kebaikan,menebar narasi perdamaian, agar terhindar dari paham radikal ini, karena itu merupakan salah satu bentuk memberi kebaikan dan kepedulian kepada orang sekitar. Karena itu generasi muda juga perlu ikut dilibatkan untuk turut berperan serta menjaga keutuhan dan perdamaian bangsa Indonesia,” kata Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengakhiri.