Awas, Ideologi selain Pancasila tidak Menampakkan diri di Masyarakat Awam, tapi bisa masuk dengan Memanfaatkan Kesempatan

Jakarta – Dalam sejarah bangsa Indonesia, ideologi impor dan transnasional kerap di infiltrasi untuk menggoyahkan pilar-pilar bernegara ini, mulai dari liberalisme, komunisme hingga khilafah. Tentunya tidak ada satupun yang bisa ditolerir dari ideologi tersebut untuk bisa masuk di negara ini karena komitmen kebangsaan adalah menjaga Pancasila dari ancaman ideologi apapun.

Anggota Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, ST, M.Si.Pol, mengatakan, bahwa, tidak bisa dipungkiri dengan situasi di tengah pandemi Covid-19 saat ini mungkin ada juga kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan situasi ini untuk menyebarkan paham-paham ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Apalagi kalau ideologi tersebut disebarkan ke masyarakat awam.

“Karena bagaimana pun di seluruh dunia juga begitu. Ketika ada kondisi tanggap darurat pasti ada yang menafaatkan kesempatan ini. Tapi menurut saya di masyarakat awam sendiri saat ini ideologi-ideologi lain atau ideology yang impor itu sampai saat ini tidak terlalu kelihatan di masyarakat. Dan orang awam menurut saya tidak mendalami dan tidak memahami adanya ancaman hal tersebut,” ujar Dede Yusuf di Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Karena menurut Dede, pasti ada saja kelompok-kelompok yang memanfaatkan kelengahan pemerintah untuk sesuatu yang mungkin saja digunakan untuk menyerang pemerintah, meski dirinya mengaku tidak terlalu membaca situasi tersebut.

“Saya sendiri tidak terlalu membaca situasi seperti itu, tetapi saya lebih membaca kepada peta sosial dan ekonomi serta kesehatan masyarakat agar kita bisa survive dalam pandemi ini. Tetapi kita sebagai warga negara harus tetap awas dan waspada untuk mencegah masuknya ideologi impor itu ke masyarakat awam. Seluruh komponen bangsa harus terus mensosialisasikan dan menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila itu ke masyarakat awam,” tutur anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini.

Namun demikian mantan Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut meyakini bahwa Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai leading sector penanggulangan terorisme di Indonesia tentunya lebih jeli melihat adanya perang ideologi transnasional khususnya di media sosial (medsos).

“Jadi kalau ada perang ideologi kanan maupun ideologi kiri yang bersifat impor itu khususnya di medsos saya yakin BNPT lebih jeli memantau hal tersebut. Hanya pesan saya kepada pemerintah jangan anti di kritik. Karena saat ini orang dengan keterbatasan yang ada pasti keluh kesahnya banyak, nah kita harus menjawab hal itu dengan menjelaskan langkah-langkah apa yang akan dilakukan. Jangan setiap orang yang mengkritik lalu besoknya, katakanlah dia diproses, jangan sampai seperti itu,” katanya

Peraih gelar Master bidang Ilmu Pemerintahan dari Universitas Padjajaran ini meyakini bahwa ideologi lain itu pada akhirnya akan tetap kalah melawan Pancasila. hal ini dikarenakan sejak awal Pancasila telah menjadi ruh dari bangsa Indonesia itu sendiri. Apalagi Pancasila ini mencerminkan sikap semangat gotong royong dan saling membantu antar sesama warga negara dan umat manusia sehingga masyarakat bangsa Indonesia hingga saat ini masih tetap kuat dan bersatu

“Saya sendiri dalam usia yang 50 tahun ini belum pernah melihat kejadian yang seperti hari ini, Indonesia yang bisa bergerak bersama-sama dalam melakukan bantuan-bantuan kemanusiaan. Semua orang bergotong royong membagikan sembako, menyemprot disinfektan pada saat pemerintah kelabakan. Jadi menurut saya warga Indonesia ini sangat Pancasilais ketika memiliki kesulitan yang sama,” kata alumnus Fakultas Teknologi Industri Universitas Muhammadiyah itu.

Dede yang juga Aktor papan atas Indonesia di era tahun 1990 an ini juga menuturkan bahwa DPR sendiri selama ini juga ikut membantu pemerintah melalui bidang legislatif seperti pengesahan anggaran yang harus melalui DPR. Dimana menurutnya saling support antara pemerintah, DPR dan masyarakat inilah yang juga wujud dari Pancasila itu sendiri.

“Kami sendiri di DPR sendiri tentunya membantu pemerintah melalui bidang legislatif seperti pengesahan anggaran yang melalui persetujuan DPR. Kita tahu karena banyak anggaran di potong sana-sini karena Covid, masalah distribusi dan segala macamnya jadi sulit, tapi tiba-tiba semua rakyat bergerak itulah Pancasila. Itulah semangat gotong royong. Saling memperhatikan, saling memberikan support tanpa diminta,” ujar pria yang juga Wakil Ketua Gerakan Pramuka Kwartir Nasional ini.

Pria kelahiran Jakarta, 14 September 1966 itu juga mengungkapkan bahwa memang Indonesia memiliki kesulitan tersendiri untuk memantau setiap pergerakan orang yang mungkin saja membawa ideologi lain karena wilayah kepulauan yang demikian luas.

“Indonesia punya problematika besar yakni jumlah penduduk yang banyak, nomor 4 di dunia yang terpisah-pisah karena bentuknya adalah kepulauan. Sehingga pergerakan orang sangat sulit dipantau, kita memiliki banyak pintu di sana sini. Saya bilang begini karena dalam masa Covid saja peredaran narkoba itu masih sering sekali ditangkap-tangkapi apalagi yang kemudian membawa ideologi lain,” terangnya.

Namun demikian pria yang sudah tiga peride menjadi anggota DPR RI ini optimis bahwa dengan kerukunan dan semangat gotong royong dari seluruh komponen bangsa, maka pandemi dan infiltrasi ideologi lain ke negara kita ini tentunya dapat diatasi.

“Karena pada saat ini kita punya musuh yang sama yaitu Covid-19. Tiba-tiba semua bergotong royong, mau agamanya apapun, sukunya apa pun semua sama-sama saling berbagi. Kami dari partai Demokrat saja dari ujung pelosok Papua sampai kemana-mana kita bergerak setiap saat. Dan kita temukan warga juga melakukan hal yang sama, saling support satu sama lain,” ujarnya mengakhiri.