Jakarta – Wakil Ketua MPR RI, Dr. Hidayat Nur Wahid mengatakan terorisme, radikalisme dan separatisme tak akan menjadi masalah bagi bangsa Indonesia jika Pancasila bisa dipahami dengan baik dan benar.
Demikian ditegaskan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid ketika membuka Sosialisasi Empar Pilar di Aula Student Centre Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan, demikian dilansir Antaranews.com, Selasa (31/7).
Sosialisasi yang diselenggarakan MPR RI bekerjasama dengan Senat Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah itu mendapat sambutan antusias dari para mahasiswa. Sebanyak 400 kursi yang disediakan, tak mampu menampung mahasiswa yang hadir, sehingga tidak sedikit yang harus berdiri atau lesehan.
Hidayat menjelaskan, banyak yang melupakan sejarah relasi antara Islam dan negara. Padahal Pancasila lahir dari kesepakatan bersama antara founding father yang berwawasan nasionalisme dan tokoh-tokoh Islam dan non Islam. Itu tergambar ketika penyusunan Pancasila sebagai dasar negara.
Panitia Sembilan yang diketuai Bung Karno yang ditugaskan untuk menyusun dasar negara (Pancasila) sudah mempertimbangkan keberagaman itu. Dari sembilan orang Panitia Sembilan itu terdiri dari empat tokoh nasionalis, empat tokoh Islam, dan satu non Islam. Panitia Sembilan ini kemudian menyusun Pancasila yang selanjutnya disebut Piagam Jakarta, di mana sila pertamanya, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Terkait terorisme dan radikalisme, lanjut Hidayat, tidak bisa diatasi hanya dengan pendekatan kekuasaan negara. Misalnya, membuat aturan melarang mahasiswi bercadar, karena dikaitkan dengan terorisme dan radikalisme. Padahal cadar hanyalah persoalan menutup aurat bagi kaum perempuan muslimah.
Ditegaskan, terorisme dan radikalisme harus diselesaikan secara komprehensif. Dan, tentunya, juga harus berkeadilan. “Kalau aksi kekerasan dilakukan oleh orang Islam disebut aksi terorisme atau radikalisme, tapi kekejaman yang dilakukan oleh Organisiasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, tak pernah dikatakan aksi terorisme. Sekali lagi, negara harus hadir menyelesaikan masalah secara komprehensif dan berkeadilan,”