Jakarta – Badan Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE), pada
Rabu (12/6/2024), menangkap delapan warga Tajikistan yang diduga
terlibat dalam jaringan teroris ISIS. Langkah ini sebagai upaya
pencegahan rencana aksi terorisme di dalam teritori Amerika Serikat
(AS).
Tajikistan sedang menjadi sorotan usai insiden penembakan massal di
Crocus City Hall, Moskow, Rusia pada akhir April yang melibatkan
warganya. Negara Asia Tengah itu pun berupaya memberantas jaringan
teroris di negaranya dan mengembalikan kepercayaan dunia
internasional.
Penangkapan ini sukses dilakukan berkat kerja sama antara ICE dan
Pasukan Gabungan Anti-Teroris (JTTF) di bawah FBI. Namun, masih belum
diketahui secara pasti bagaimana munculnya dugaan keterlibatan mereka
dalam ISIS.
Dilansir Associated Press, penangkapan ICE dilakukan di beberapa kota
besar di AS, seperti New York, Philadelphia, dan Los Angeles. Otoritas
setempat sudah menahannya atas tuduhan pelanggaran hukum imigrasi dan
masih menginvestigasi lebih lanjut.
Delapan warga negara Tajikistan tersebut diketahui masuk dalam
teritori AS melalui perbatasan Meksiko. Mereka ditangkap melalui
proses pengecekan dari petugas di perbatasan pada musim semi 2023.
Seorang pejabat tinggi di AS mengatakan, FBI sudah mengawasi
gerak-gerik dari sekelompok orang dalam beberapa bulan terakhir. FBI
juga akan berupaya menutup semua aktivitas mereka di AS.
Dikutip NBC News, para pelaku memang belum ditetapkan sebagai teroris,
tapi FBI sudah menginstruksikan ICE untuk menangkap warga Tajikistan
tersebut. Setelah ditahan, mereka akan diserahkan pada pengadilan
imigrasi dan dapat menghadapi dakwaan terorisme.
“Dalam beberapa hari terakhir, agen ICE menangkap beberapa warga asing
yang bertujuan untuk imigrasi di AS. Aksi tersebut dilangsungkan
dengan koordinasi antara FBI. Individu tersebut sedang menunggu
dideportasi dari AS,” ungkapnya.
Pekan lalu, Pengadilan Lithuania akhirnya menolak kelanjutan penahanan
aktivis politik Tajikistan, Suleiman Davlatov. Ia diketahui sudah
ditahan selama 2 bulan terakhir atas dugaan terlibat aktivitas yang
mengancam negara.
Juru bicara oposisi Tajikistan, Sharofiddin Gadoev, mengatakan bahwa
pengadilan menolak perpanjangan untuk tetap berada di tahanan. Ia juga
memiliki alasan dengan memegang hak pencari suaka dan memiliki anak
kecil.
Dilaporkan RFE/RL, Dahlatov sudah melarikan diri ke Vahdat, Tajikistan
sejak 2015 dan memutuskan tinggal di Vilnius. Menurut keterangan dari
kerabatnya, dia memiliki sebuah dapur, toko, dan toko roti di
Lithuania bagian tengah