Jakarta – Seleruh elemen masyarakat dan pemerintah harus selalu bersama-sama untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi terhadap kelompok-kelompok yang berusaha memecah belah masyarakat yang berupaya untuk menyebarkan paham-paham radikalisme negatif seperti intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI, penyebaran faham takfiri yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Dimana paham radikalisme negatif tersebut dapat berujung pada aksi terorisme
Paham-paham yang disebarkan oleh kelompok tersebut tentunya saat ini sudah ada di lingkungan masyarakat. Apalagi yang menjadi incaran untuk disuspi paham-paham radikal pun juga beragam, mulai dari anak usia dini, pelajar, mahasiswa, orang dewasa dan bahkan tidak menutup kemungkinan aparat pemerintahan dan keamanan seperti TNI-Polri juga menjadi sasaran kelompok tersebut.
Hal tersebut dikatakan Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko saat menjadi narasumber pada acara Focus Group Discussion (FGD) mengenai Sinergitas Empat Pilar Dalam Merajut Kebhinekaan untuk Menangkal Radikalisme dan Terorisme yang diselenggarakan Direktorat Pembinaaan Masyarakat Polda Metro Jaya (DitBinmas PMJ) di Hotel Diradja, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Acara yang dibuka oleh Wakil Direktur (Wadir) Binmas PMJ, AKBP Anjar Gunadi ini dihadiri empat Pilar yakni TNI, Polri, Pemerintah Daerah dan Tokoh Agama (Toga)/Tokoh Masyarakat (Tomas) yang terdiri dari para Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI-AD di wilayah Kodim se-Jakarta, para Kepala Satuan (Kasat Bimas), Bhabinkamtibmas yang ada di seluruh Polres Metro di jajaran Polda Metar Jaya, para Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat yang ada di wilayah DKI Jakarta
“Sebagai ujung tombak di tingkat bawah dan yang berhadapan langsung dengan masyarakat tentunya bapak dan ibu sekalian harus peka terhadap situasi di lingkungan wilayahnya. Karena penyebaran paham radikalisme negatif di lingkungan masyarakat sendiri saat ini sudah cukup tinggi,” ujar Kolonel Pas. Sujatmiko dalam paparannya
Lebih lanjut alumni Sepa PK TNI tahun 1995 mengatakan, akibat ulah dari segelintir kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa ini kalau tidak diantisipasi secara bersama tentu akan menjadi ancaman serius bangsa ini.
“Karena mereka melakukan pergerakan sangat halus sekali dan bahkan mambawa simbol agama. Untuk itu bapak dan -ibu ini harus bisa mewaspadai dan mengidentifikasi terhadap di lingkungan sekitarnya. Dan harus tahu pula ciri-ciri bagaimana mereka berusaha penyebarkan paham-paham tersebut di masyarkat,” ujar mantan Kepala Dinas Operasi (Kadisops) Lanud Sam Ratulangi Manado ini.
Sebelum memaparkan lebih jauh, Kolonel Sujatmiko menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-undang No.5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme, maka strategi nasional dan peran dari BNPT dalam bidang penanggulangan terorisme sesuai dengan Pasal 43 lebih mengarah ke upaya Pencegahan yang mencakup tiga hal yakni, Kesiapsiagaan Nasional, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi.
“Kesiapsiagaan Nasional tercantum dalam pasal 43 B diantaranya meliputi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur serta pemetaan daerah rawan dan sarana. Inisebagai upaya membentuk kondisi Siapsiaga dari seluruh komponen bangsa mulai dari komponen utama dalam hal ini TNi-Polri, komponen cadangan maupun komponen pendukung.,” ujar alumni Fisipol Universitas Diponegoro Semarang ini.
Lalu untuk Kontra Radikalisasi sesuai dengan pasal 43 C yakni tentang Kontra Narasi, Kontra Propaganda dan Kontra Ideologi. Dan yang menjadi sasaran dari kontra radikalisasi adalah masyarakat yang rentan terpapar paham radikal terorisme.
“Kontra radikalisasi adalah upaya yang harus dilakukan BNPT bersama-sama para komponen bangsa dan masyarakat untuk meningkatkan daya tangkal terhadap masyarakat yang rentan terpapar. Oleh karena itulah, kontra radikalisasi ini menjadi daya tangkal di masyarakat agar tidak mudah terpapar paham radikal terorisme itu,” ujar Kolonel Sujatmiko..
Kemudian dirinya melanjutkan, untuk Deradikalisasi yang tercantum dalam pasal 43 D meliputi Identifikasi, Penilaian, Rehabilitasi, Reedukasi dan Reintegrasi Sosial ini ditujukan kepada orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme baik itu saat dia menjadi narapidana terorisme (napiter) maupun sesudah menjalani masa pidana saat kembali ke masyarakat.
“Program Deradikalisasi ini tidak hanya ditujukan kepada napi dan mantan napi terorisme saja, tetapi ditujukan juga kepada keluarga dan juga jaringannya. Namun di Undang-undang yang baru ini meningkat lagi kepada tersangka, terdakwa dan juga terpidana. Inilah yang dikerjakan,” ujarnya menjelaskan
Terkait dengan akar pemasalahan ini ada pada radikalisme itu sendiri, Kasubdit Kontra Propaganda BNPT berpesan kapada para peserta yang hadir supaya di lapangan nanti untuk tidak terjebak dalam diskusi-diskusi ataupun perdebatan masalah radikalisme ini yang berkaitan dengan definisi maupun pengertiannya.
“Jangan kita terjebak disitu. Ruang lingkupnya langsung dipatok saja bahwa yang dimaksud radikalisme oleh BNPT ini adalah radikalisme yang bersifat negatif yakni intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI atau anti kebhinekaan dan penyebaran faham takfiri. Yang mana semuanya itu dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Itulah ruang lingkup radikalisme yang selama ini ditangani BNPT,” tutur mantan Komandan Batalyon Komando 466/Pasopati Paskhas TNI-AU ini
Dikatakannya, sumber utama dari radikalisme ini awalnya muncul dari intoleransi itu. Dari intoleransi ini akan naik menjadi radikalisme. Yang paling berbahaya dari radikalsiem tersebut bermuara menjadi ideologi. “Karena kalau bermuara pada ideologi maka dia secara diam-diam akan meradikalisasi dririnya sendiri baik lewat dunia maya atau pertemuan lansgung maka akan jadilah dia menjadi teroris,” ujarnya.
Tak hanya itu, menurutnya, radikalisme dan terorisme yang terjadi selama ini selalu membawa-bawa dan mengatasnamakan agama. Padahal radikalisme dan terorisme tidak ada dalam satu agama apapun, Karena semua agama mengajarkan perdamaian, namun kelompok radikal terorisme selalu menjadikan agama sebagai alat pembenaran aksi terornya.
“Tidak ada yang mendiskreditkan satu agama, namun agama dibajak oleh kelompok radikal untuk menjustifikasi aksinya. Dan parahnya banyak juga masyarakat dari berbagai kalangan yang terhasut, mudah percaya dan akhirnya terpapar dengan hal tersebut,”kata pria yang dalam karis militernya dibesarkan di Detasemen Bravo 90/Anti Teror
Untuk itulah dirinya meminta para peserta yang hadir ini dapat mewaspadai terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat dengan mengenali ciri-cirinya dengan melakukan deteksi dini dan upaya cegah dini.
“Lihat masjid dilingkungan wilayahnya masing-masing. Takmirnya harus orang yang moderat. Lalu kegiatan pengajian di lingkungan masyarakat jangan sampai menghadirkan tokoh yang kontroversial yang dapat meningkatkan paham intoleransi dan radikalisme,” ujar mantan Wakil Komandan Batalyon Komando 465/Bradjamusti Paskhas ini.
Selain itu perlu juga adanya sosialisasi untuk membangun persamaan persepsi tentang paham radikal terorisme dan penanggulangannya di masyarakat. Selain itu pencegahan melalui media sosial juga harus dilakukan secara terbuka dan tertutup.
“Dan yang paling penting laksanakan juga parenting terhadap anak-anak kita ataupun keluarga kita saat berselancar di dunia maya. Karena dari data yang ada, banyak orang-orang yang terpapar paham radikal terorisme itu justru melalui dunia maya,” ujarnya
Untuk itu dirinya meminta kepada para audience yang hadir utnuk meyakini bahwa empat pilar strategi nasional dengan pendekatannya ini telah ada di republik ini. Sehingga kita aparat negara yang ada di masyarakat bisa melaksanakan dengan baik dan bisa lebih mengerti terhadap akar permasalahan radiaklisme terorisme ini.
“Hal ini tentunya mudah diucapkan, terutama untuk pelaku-pelaku yang ada di lapangan baik dari Babinsa, Bhabinkamtibnas, Lurah, Kepala Desa, tokoh agama dan juga tokoh masyarakat. Bapak-ibu semua adalah ujung tombak di lapangan. Ini mudah diucapkan, tetapi dalam pelaksanaanya memang harus benar-benar memiliki semangat yang tinggi. Harus punya niat yang kukuh untuk melaksanakan ini. Harus peduli dan harus bekerjasama,” katanya
Di akhir paparannya, dirinyaa pun menginformasikan bahwa BNPT sendiri telah membuat buku modul baik secara teknis dan aplikatif yang bisa menjadi pedoman Pencegahan paham radikal terorisme di masyaarkat.
“Dan ini nanti bisa menjadi pegangan kita bersama jika menemukan hal-hal atau ciri-ciri yang kami sebutkan tadi untuk melakukan upaya-upaya dalam mengatasi hal tersebut di lapangan,” kata pria sudah malang melintang dalan penugasan operasi militer baik di Timor-Timor, Aceh dan Ambon ini mengakhiri.