Tarakan – Aparat penegak hukum di Kalimantan Utara (Kaltara) harus melakukan pengawasan lebih ketat lagi terhadap tempat-tempat yang menjadi perlintasan orang pergi dan pulang dari Malaysia dan Filipina. Ini penting karena jalur Kaltara menjadi favorit pelaku terorisme yang akan bepergian ke Filipina Selatan.
Pernyataan itu diungkapkan Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Densus 88 Wilayah Kalimantan Kombes Samuel Tondi di Rapat Koordinasi (Rakor) Antar Aparat Penegak Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Terorisme dan Pengamanan Asian Games XVIII di Tarakan, Kaltara, Kamis (9/8/2018).
“Kaltara memang jarang menjadi tempat aksi terorisme karena kalau dilakukan aksi disini, maka pengawasan terorisme di Kaltara akan diperketat. Tapi kita jangan tidur, terutama mengawasi jalur laut dan udara. Perkuat jaringan intelijen karena orang-orang ini (pelaku terorisme) hampir semua menggunakan jalur transportasi di sini,” papar Kombes Samuel Tandi.
Menurutnya, Kaltara sudah lama menjadi perlintasan pelaku terorisme untuk menyelundupkan senjata api dari Filipina Selatan, terutama di Nunukan dan Sebatik. Bahkan Noordin M. Top, teroris Malaysia yang pernah membuat onar di Indonesia, pernah lama tinggal di kawasan Kaltara. Aparat dan masyarakat harus bisa bersinergi terutama dalam mengecek orang-orang pendatang.
“ Jangan lengah, awasi perlintasan orang dan barang. Semua jangan tidu, ini gerbang kita. Hampir semua jaringan teroris membawa senjata api dan peledak ke Indonesia, melintasi daerah ini,” ungkapnya.
Saat ini, lanjut Samuel, di Filipina ada 57 orang WNI sesuai deteksi dari imigrasi, sementara yang tidak terdeteksi diperkirakan juga banyak karena banyak dari mereka tidak menggunakan dokumen resmi. Bahkan saat peristiwa Marawi lalu, kurang lebih 32 WNI ikut tewas.
Ia menjelaskan ada beberapa kelompok teroris di Filipina selatan yaitu Abu Sayyaf, Anshar Khilafah Filipnia, Maute Group, Bangsamoro Islamic Freedeom fighter, Rajah Solaiman Movement, Cotabato Group, Isnilon Hapilon, dan Jemaah Islamiyah (JI). Dari kelompok itu JI yang banyak berhubungan dengan Indonesia karena disana dulu ada Kamp Abu Bakar Baashir sehingga banyak WNI berbondong-bondong ke sana. Salah satunya, Suryadi Masud dan Andi Baso.
“Pasca konflik di Marawi harus diwaspadai karena berdampak dengan kita. Ada Amin Baso, dia digadang-gadang menjadi pengganti Isnilon Hapilon. Dia keturunan Bugis. Kemudian ada Suryadi Masud lulusan S3 yang sangat lihai berbahasa bugis, tagalog, Inggris sehingga bisa berhubungan dengan siapa saja di Filipina Selatan. Ingat banyak WNI di Filipina Selatan ikut latihan militer, mereka nanti akan balik ke Indonesia,” paparnya.