Jambi – Pelaku aksi terorisme tak jarang membaur di tengah masyarakat. Lantas, bagaimana kita mengenalinya? Ini tips dari peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), M. Hamdan Basyar.
Hadir sebagai salah seorang pemateri di kegiatan Penguatan Aparatur Kelurahan dan Desa dalam Pencegahan Terorisme di Jambi, Sabtu (28/4/2018), Hamdan menyebut telah terjadi transformasi ciri-ciri pelaku terorisme jika dibandingkan temuan sebelumnya. Mereka saat ini semakin sulit diidentifikasi berdasarkan fisik.
“Contohnya pakaian. Mereka sekarang sudah tidak lagi mengenakan celana cingkrang saja. Ada pelaku yang pakai celana jeans. Mereka juga tidak selalu berjenggot panjang,” ungkap Hamdan.
Terdapat satu hal dari pelaku terorisme yang menurut Hamdan tidak mengalami perubahan, yaitu perilakunya dalam bermasyarakat. “Mereka biasa menggunakan identitas palsu, bahkan banyak nama. Mereka juga terbiasa tinggal tanpa izin,” tambahnya.
Ciri lain pelaku terorisme dalam bermasyarakat, masih kata Hamdan, yaitu sifat tertutup. Pelaku terorisme memiliki kecenderungan membatasi diri dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
“Kalaupun mau berinteraksi mereka memilih sifat eksklusif. Biasanya akan dibarengi dengan menyebarluaskan keyakinannya, baik lewat pengajian-pengajian tertutup, pamflet, buku atau video,” terang Hamdan.
Untuk mempersempit gerak bebas pelaku terorisme, masyarakat, khususnya aparatur kelurahan dan desa diminta meningkatkan kewaspadaannya. Masyarakat
juga diminta meningkatkan komunikasi antarwarga.
“Jangan bersifat acuh. Masyarakat harus peka, jika ada kejanggalan laporkan ke perangkat desa dan teruskan ke aparat kepolisian atau TNI. Jika ini terjalin baik, pelaku terorisme akan bisa kita batasi ruang geraknya,” pungkas Hamdan.
Kepala Bagian Tata Usaha Kedeputian bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Drs. Sholihudin Nasution, membenarkan apa yang disampaikan Hamdan Basyar. Peran serta masyarakat yang selalu waspada akan membantu aparat dalam melakukan pencegahan dini terhadap potensi aksi terorisme.
“Sinergitas antara aparat dan masyarakat harus terbangun baik. Begitu juga dengan kami di BNPT, karena kami tidak bisa mengatasi keberadaan teroris tanpa bantuan masyarakat,” kata Sholihudin.
Sebagai wujud pencegahan, lanjut Sholihudin, masyarakat juga diminta tak mengucilkan mantan pelaku terorisme. “BNPT sudah memulainya. Pelaku terorisme dilatif public speaking dan dilibatkan di pencegahan. Masyarakat bisa melakukannya dengan siap menerima dan memberi kesempatan yang sama untuk memulai lembaran baru hidup,” pungkasnya.
Penguatan Aparatur Kelurahan dan Desa dalam Pencegahan Terorisme di Jambi dilaksanakan oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jambi. Kegiatan yang sama akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia sepanjang tahun 2018. Kegiatan ini akan melibatkan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri dan LIPI sebagai pemateri. [shk/shk]