Jakarta – Satu lagi aksi terorisme terjadi di Indonesia. Kamis (20/10/2016) pagi, empat orang polisi yang tengah mengatur lalu lintas di Cipondoh, Tangerang, diserang menggunakan senjata tajam dan dua bom pipa oleh simpatisan ISIS, Sultan Aziansyah. Aksi lone wolf (aksi tunggal) dilakukan tersangka, setelah ia direkrut ISIS melalui dunia maya (cyber).
Fakta ini membuktikan ‘virus’ radikalisme dan terorisme melalui dunia siber ini sudah sangat membahayakan. Tidak hanya dari sisi keamanan, keberadaan terselubung simpatisan-simpatisan ISIS ini bisa mengancam persatuan dan kesatuan NKRI. Untuk memberantas propaganda radikalisme terorisme di dunia maya itu, bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tapi tanggungjawab seluruh bangsa Indonesia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) GP Ansor Abdul Rochman mengakui radikalisasi melalui dunia maya sangat berbahaya. Karena itu, GP Ansor dengan menggandeng berbagai elemen, khususnya generasi muda islam, untuk melakukan perlawanan dengan membanjiri dunia maya dengan konten dan tulisan tentang islam moderat yaitu islam rahmatan lil alamin. Dalam hal ini, Ansor banyak melibatkan para santri di seluruh penjuru Nusantara.
“Ancaman radikalisme dan terorisme sudah menjadi tantangan bersama. Pemerintah dan lembaga masyarakat yang ada harus benar-benar konsentrasi dan fokus, bersama generasi muda, dalam hal ini santri, untuk menjaga bangsa ini dari radikalisme dan terorisme, terutama radikalisasi melalui dunia maya,” ungkap Abdul Rochman di Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Kemajuan informasi dan teknologi (IT), diakui Adung, panggilan karib Abdul Rochman, tidak mungkin dihindari. Untuk itu, Ansor dan santri di Indonesia juga wajib melakukan reorganisasi untuk mengikuti perkembangan jaman. Ia juga mengimbau para santri untuk lebih aktif mendalami IT dan sosial media untuk meredam sekaligus meluruskan propaganda radikalisme dan terorisme.
Sejauh ini, lanjut Adung, Ansor sudah cukup aktif dalam menangkal paham radikalisme terorisme di dunia maya dengan membentuk Banser Cyber. Mereka aktif di sosmed untuk mensosialisasikan islam nusantara, islam moderat, dan terus menerus berikhtiar menjaga NKRI dan Pancasila, serta menangkal radikalisme dan terorisme.
“Kami rutin melakukan sosialisasi dan kaderisasi sampai ke tingkat desa dan pesantren. Di forum itu, kita mendorong mereka aktif mengikuti perkembangan jaman sehingga bisa bergerak bersama-sama dalam menangkal paham radikalisme dan terorisme melalui cyber,” kata Adung.
Adung menilai, pelibatan santri dalam menangkal paham radikalisme dan terorisme melalui dunia maya, akan memasifkan upaya pencegahan terorisme di Indonesia. Pasalnya, santri memiliki kelebihan dimana mereka telah belajar agama islam dalam waktu yang panjang sehingga ilmu agama dan pemahaman islam rahmatan lil alamin cukup dalam.
Dengan aspek kekuatan pengetahuan ini, santri akan sangat kuat dalam mementahkan propaganda kelompok radikal yang banyak memutarbalikkan makna ayat-ayat Al Quran dan Al Hadits. “Mereka bisa memberikan argumen kuat dalam setiap ayat, hadits, atau dalil yang dibelokkan oleh kelompok radikalisme. Sekarang tinggal bagaimana mendorong mereka untuk lebih aktif berdakwah dan
berkomunikasi di dunia maya dan medsos,” terang Adung.
Adung berharap, pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta lembaga-lembaga terkait
lainnya, untuk memberikan dukungan yang lebih besar lagi dalam pelibatan santri dalam pencegahan terorisme melalui dunia maya.
Ia yakin dengan jumlah santri yang sangat banyak di Indonesia, ditambah potensi pengetahuan agama dan NKRI, mereka bisa
menjadi duta dalam mengkampanyekan gagasan yang baik dalam membendung propaganda radikalisme dan terorisme di dunia maya.
“Ansor dan santri siap membersihkan anak muda Indonesia dari propaganda radikalisme dan terorisme,” pungkas Adung.