Sejumlah sosiolog dan futurolog dunia pernah meramalkan adanya benturan peradaban antara Islam dan barat. Salah satu dua tokoh besar yang pernah menyampaikan prediksi ini adalah Samuel Hutington dan Fukuyama. Setali tiga uang keduanya ‘agak’ sepakat soal adanya permusuhan diam-diam antara Islam dan barat.
Menurut anggota DPR RI Yayat Biaro nampaknya prediksi soal benturan peradaban itu boleh jadi benar adanya. Ironisnya benturan peradaban itu tak hanya menghancurkan para pihak yang bertikai semata, bahkan penghancurannya meluas. Sejumlah negara mengalami efek penghancuran akibat benturan peradaban ini.
“Pertanyaannya mengapa sejumlah negara, khususnya negeri Timur Tengah, sangat mudah diporakporandakan oleh konflik? Barangkali jawabnya karena bangsa-bangsa itu tidak memiliki ikatan sosial yang kokoh yang sudah ada dalam masyarakatnya sejak lama,” tanya Yayat Biaro di hadapan ratusan Pemuda KNPI di Bandung (Kamis, 15/10/2015).
Persatuan atas dasar persamaan agama (Islam) di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir tidak menunjukkan adanya persatuan yang kokoh diantara mereka. Ketidakmampuan para ideolog Timur Tengah menyesuaikan keyakinan agama dengan konteks sosial dan semangat masyarakat bisa jadi merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik ini.
Hal ini sangat berbeda jauh dengan apa yang terjadi di Indonesia. Di negeri ini, meski Islam tidak seratus persen dan tidak diterapkan secara formal, Islam tetap menjadi ruh dan penyemangat bangsa untuk mempertahankan Indonesia. Semangat itu ditunjang pula oleh ideologi Pancasila yang menjadi perekat utama kehidupan berbangsa yang berbeda-beda ini.
“Beruntunglah Indonesia yang memiliki perekat sosial bernama Pancasila. Faktanya, Pancasila menyelamatkan bangsa ini dari kondisi kekacauan internal bangsa. Pancasila modal bangsa Indonesia untuk bersatu,” pungkas Yayat.