Doha – Kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) telah membubarkan diri
dan banyak narapidana teroris (napiter) dan eks napiter telah
menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Kendati demikian, diyakini ancaman terorisme di Indonesia
belum usai. Karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
saat ini fokus menggunakan pendekatan “balanced approach” yakni
menyeimbangkan antara hard approachh dengan soft approach untuk
mencegah adanya potensi ancaman.
“Ancaman terorisme belum hilang meski JI telah dideklarasikan bubar,
maka kita perlu mengedepankan “balanced approach” yakni pendekatan
yang menyeimbangkan antara hard dengan soft approach. Mencegah potensi
ancaman yang belum hilang pasca pembubaran JI, maupun tren ancaman
lone wolf dan youth radicalization,” kata Deputi Bidang Kerja Sama
Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto.
Pernyataan itu disampaikan Andhika saat memaparkan capaian upaya
penanggulangan terorisme di Indonesia dan proyeksi ke depannya dalam
sesi diskusi panel bertajuk “How Terrorism Ends: A Law Enforcement
Case Study from Southeast Asia” dalam konferensi tahunan Global
Security Forum (GSF) di Doha, Qatar, pada 28-30 April 2025, yang
diselenggarakan oleh The Soufan Center dan Qatar International Academy
for Security Studies (QIASS).
Andhika juga menjelaskan concern BNPT selanjutnya pasca pembubaran JI
yakni penanganan terhadap mantan anggota kelompok tersebut.
“Setelah deklarasi pembubaran JI, hal yang menjadi atensi kita
berikutnya adalah penanganan terhadap ribuan mantan anggota kelompok
tersebut, termasuk mensosialisasikan pembubarannya terhadap anggota
yang tidak terlibat dalam deklarasi” katanya.
Sementara itu, Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar
H.E. Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani menyampaikan bagaimana
peran entitas non-negara yang mendukung jaringan kejahatan dengan
memanfaatkan kelemahan suatu wilayah.
“Aktor non negara yang terlibat dalam jaringan kejahatan terorganisir
berpotensi menjadi ancaman bagi keamanan global, termasuk kelompok
teroris. Aktor non negara tersebut memanfaatkan lemahnya keamanan
suatu wilayah, maraknya kekacauan, hingga ketidakpuasan masyarakat
terhadap pemerintah,” ucapnya saat memberikan sambutan.
Selain terorisme, topik-topik lain yang dibahas pada konferensi ini
antara lain: peran aktor non-negara dalam perang siber dan informasi;
pengaruh sektor swasta terhadap keamanan energi dan lingkungan; dampak
aktor non-negara di zona konflik terhadap kedaulatan dan stabilitas
negara; dan strategi penanggulangan kejahatan terorganisir yang
melibatkan jaringan ilegal hingga penyanderaan lintas negara. Tahun
ini tema yang diusung dalam konferensi ini adalah ”The Impact of
Non-State Actors on Global Security.”
Adapun partisipasi Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT sebagai
speaker pada pelaksanaan GSF 2025 ini atas undangan The Soufan Center
yang menilai capaian positif upaya penanggulangan terorisme dan
ekstremisme berbasis kekerasan di Indonesia dapat menjadi contoh
praktik baik bagi komunitas internasional. Peserta yang hadir
mengapresiasi partisipasi Indonesia dalam pertemuan ini, dan sejumlah
pihak juga menyampaikan ketertarikan untuk melakukan kerja sama dengan
BNPT.