Jakarta- Amnesty International mengatakan anak-anak dari etnis minoritas Yazidi, yang selamat dari penahanan brutal oleh kelompok ISIS atau Negara Islam di Irak, menderita masalah kesehatan fisik dan mental yang parah. Mereka harus ‘diselamatkan’ untuk menyembuhkan trauma dan luka psikologi lainnya.
Amnesty mengatakan para ibu harus dipersatukan kembali dengan anak-anaknya secara permanen.
“Para perempuan ini diperbudak, disiksa dan menjadi sasaran kekerasan seksual. Mereka seharusnya tidak menderita akibat hukuman lainnya,” kata Matt Wells, salah-seorang pimpinan Amnesty International.
Banyak anak Yazidi terbunuh ketika ISIS menyerbu wilayah mereka pada 2014 lalu. Hampir 2.000 anak-anak Yazidi yang selamat tidak mendapatkan perhatian dan perawatan yang mereka butuhkan.
“Saya diperkosa setiap hari selama enam bulan,”kata penyintas Yazidi, Nadia Murad, mengisahkan penderitaannya saat menddapat penghargaan HAM beberapa waktu lalu dikutip dari laman BBC.
Lembaga Amnesty International mengatakan anak-anak itu kini terlantar dan sangat membutuhkan dukungan secara jangka panjang. Ketika ISIS menyerbu ke wilayah leluhur mereka di Irak utara, orang-orang Yazidi melarikan diri ke Gunung Sinjar. Banyak yang terbunuh dan sekitar 7.000 perempuan, diantaranya yang berusia remaja, ditangkap dan diperbudak. Tidak sedikit dari mereka diperkosa.
Sejumlah anak laki-laki telah kehilangan anggota tubuhnya selama pertempuran, sementara beberapa anak perempuan yang menjadi korban perkosaan kemungkinan tidak akan dapat memiliki anak.
Amnesty menyerukan para perempuan Yazidi yang diperbudak dan memiliki anak dari para petempur ISIS agar dipertemukan dan berkumpul kembali dengan anak-anaknya yang berada di luar negeri.
Berdasarkan hasil puluhan wawancara di Irak utara, laporan Amnesty itu mengungkapkan bahwa anak-anak Yazidi itu mengalami luka-luka jangka panjang serta gangguan stres pasca-trauma. Aspek pendidikan merupakan sesuatu yang langka di kamp-kamp pengungsian tempat puluhan ribu orang-orang Yazidi terjebak di dalamnya.
Kaum perempuan Yazidi yang dipaksa menikah dengan petempur ISIS juga berjuang untuk menyembuhkan luka-luka psikologis. Banyak perempuan Yazidi dipisahkan dari anak-anaknya ketika mereka melarikan diri dari wilayah yang menjadi pertahanan terakhir ISIS di Suriah.
“Kami semua berpikir untuk bunuh diri, atau mencoba melakukannya,” kata Hanan, 24 tahun, yang anaknya diambil secara paksa darinya.