Jakarta – Setelah teror di Manchester (Inggris), penyerangan di Marawi (Filipina), teror bom bunuh diri juga terjadi di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5/2017) sekitar pukul 21.00-21.05 WIB. Itu adalah aksi terorisme yang terjadi pada dua hari terakhir dan apakah aksi itu saling terkait atau tidak? Peristiwa itu terlihat saling menginspiras satu dengan yang lain.
Mantan kombatan yang juga adik Amrozi dan Ali Imron (dua terpidana mati kasus bom Bali), Ali Fauzi mengungkapkan, dulu ketika masih menjadi ikhwan jihadi, dirinya selalu terpukau setiap mendengar ada serangan yang dilakukan jihadi lainnya. “Ada rasa malu dan bertekad melakukan amaliah secepat mungkin,” kata Ali Fauzi, menanggapi bom bunuh diri di Kampung Melayu.
Dikatakan, teror bom Manchester di penghujung konser Ariana Grande dan penyerangan pendukung ISIS di Marawi, bisa jadi merupakan inspirasi bagi pelaku bom Kampung Melayu. “Jika melihat cara kerjanya, pelaku peledakan bom di Kampung Melayu bisa dikategorikan masih amatir,” jelas Ali Fauzi seperti dilansir JPNN.com, Kamis (25/5/2017).
Menurut mantan instruktur kamp ikhwan jihadi di Filipina Selatan itu, bom yang dihasilkan tidak beda jauh dengan peristiwa lain di Indonesia empat tahun terakhir. “Berdaya ledak rendah, penyusunan yang tidak benar, dan pelakunya belum mempunyai kemampuan yang baik,” kata pria yang kini menjadi ketua Yayasan Lingkar Perdamaian itu.
Dia menyebut bahwa pelaku tidak jauh-jauh dari jaringan kelompok Santoso cs atau Bahrun Naim. Serangan dalam empat tahun terakhir itu nyaris sama semuanya. Lebih cenderung nekat dan konyol, tapi semangat jihadnya sangat tinggi. Meski kemampuan secara teknis sangat payah, hal itu harus sangat diwaspadai.
“Yang berbahaya justru semangatnya. Semangat beragama yang serampangan merupakan ladang subur bagi terorisme. Jika kondisi masyarakat seperti ini, saat saya masih di dunia ikhwan jihadi, sangat mudah melakukan perekrutan,” pungkasnya.