Yogyakarta – Mantan teroris Ali Fauzi Manzi menjadi tamu istimewa pada hari kedua Workshop Pelatihan Duta Damai Dunia Maya Yogyakarta, Rabu (20/7/2016). Ia meminta para duta damai agar memahami sejarah terorisme di Indonesia, termasuk perjalanannya dari mulai terkena ‘virus’ teroris, sampai ia luka berat dan diekstradisi dari Filipina, yang kemudian berujung pada pertobatannya.
“Karena kita ini ingin melawan pemikiran destruktif mereka, harapan saya, apa yang saya jabarkan sebagai bagian sejarah itu tidak dilupakan. Siapa mereka dan bagaimana sepak terjang mereka. Saya hanya mewakili dari sekian ratus orang yang pernah dilatih di ratusan kamp pelatihan teroris,” kata Ali Fauzi.
Terpenting, lanjut adik kandung bomber Bom Bali, Amrozi ini, dengan memahami sejarah dan latar belakang terorisme di Indonesia, para duta damai bisa membuat argumen atau tulisan yang berbobot dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Akan lucu bila argumen itu salah dan menjadi ledekan kelompok teroris,” imbuhnya.
Ia juga mengharapkan, pada duta damai menjalankan tugasnya membantu BNPT dalam menggaungkan perdamaian dan melakukan kontra narasi di dunia maya dengan didasari niat ikhlas dalam menciptakan Indonesia ke depan yang damai, sejahtera, dan bisa mengakomodir semua kepentingan masyarakat. Selain itu, dengan peran para duta damai, persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI tetap utuh.
Sebelumnya, Ali Fauzi yang berpernah berkelana sebagai teroris di Timur Tengah, Malaysia, Pakistan, Singapura, dan terakhir terdampar di Filipina ini, dengan gamblang membeberkan sejarah terorisme di Indonesia dan sejarah dia tergabung dengan Negara Islam Indonesia (NII). Diawali jejak teror di Indonesia antara tahun 2000-2016 dengan ditandai dengan bom besar pertama di Jakarta yaitu bom Kedubes Filipina yang dilakukan kawan sesama teroris, Jabar bersaudara, yang membeli material eksplosif dari Lamongan.
Kemudian disusul bom JW Mariot 1 dan 2 dan bom besar 400kg yang didesain adik kelas Ali Fauzi, Azahari dan Noordin M Top, yang meluluhkan Jalan HR Rasuna Said atau tepatnya di depan Kedubes Australia. Setelah itu, Desember 2000, rentetan bom Natal dengan 25 paket bom meledak di mana-mana. Puncaknya pada 2002, Bom Bali 1 yang beratnya 1 ton lebih yang menewarkan 202 orang.
“Kontroversi di mulai dari bom Bali. Bom Bali itu efeknya sangat besar, ditambah statemen pejabat RI saat itu, yang menurut saya, sangat kontraproduktif. Bahkan dalam jajak pendapat mahasiswa, 85 persen mereka tidak percaya Amrozi Cs yang melakukan aksi itu. Ketidakpercayaan mahasiswa itu karena faktor satemen dan komentar pejabat yang mempengaruhi pola piker mahasiswa, yang lebih dominan mencari informasi dari google,” papar Ali Fauzi.
Menurut Ali, 100 persen bom Bali itu dirakit Amrozi dkk. Pasalnya, selama di Kamp di Afganistan dan Moro mereka belajar sampai mahir membuat membuat bom. Bahkan hanya dengan modal Rp250 ribu saja, mereka bisa membuat bom di Jakarta yang tentu beritanya akan besar di media massa. Tidak hanya membuat bom, selama pendidikan di Afganistan, calon teroris juga diajari navigasi, peta, skala, menentukan sudut, menghitung dan memperkirakan tinggi wilayah dengan melihat kontur tanah.
Ali Fauzi menegaskan, bahwa belajar peta ini sangat penting untuk belajar taktik infanteri. Tanpa peta pasti operasi sulit berjalan dan terkesan lucu. Mereka juga diajarkan menggunakan berbagai senjata otomatis, manual. Selain itu taktik infanteri juga diajarkan, disamping field engineering.
Menanggapi pertanyaan salah satu peserta duta damai tentang motivasi orang menjadi teroris, Ali menjelaskan, motivasi ideologi menjadi faktor utama. Mereka (teroris) ingin menciptakan tatanan baru ideologi versi mereka. Mereka menilai tatanan yang ada di Indonesia, Malaysia, Singapura, tidak bisa menjamin kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Dari situ, mereka menawarkan ide dibentuknya daulay islamiyah.
“Magnetnya ini daulah islamiyah karena mereka sering mengingat masa keemasan daulah Usmaniyah di Turki tempo dulu,” tukas Ali Fauzi yan saat ini menyandang status dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah di Lamongan ini.
Motivasi selanjutnya, kata Ali, lebih kepada sikap empati. Ketika rekrutmen, mereka ditunjukkan audio visual, bagaimana kekejaman Uni Soviet saat menghancurkan Afganistan, Serbia menyerang Bosnia, Israel menghancurkan palestina. Dengan ditunjukkan tiap hari, kemudian ditunjukkan hadits yang artinya “siapa yang tidak mementingkan kaum muslimin, dia tidak bagian dari kepadanya” membuat orang yang direkrut itu menjadi radikal.
Selain itu masih banyak lagi level dalam agama yang dijadikan bahan kampanye terorisme. Salah satunya motivasi perjuangan dan janji dinikahkan dengan bidadari. “Jadi siapa yang berjuang dan terbunuh akan disambut 73 bidadari di Surga. Itu kata mereka, padahal semua itu hanya omong kosong belaka,” kata Ali Fauzi.