Ali Fauzi: Merakit Bom Lebih Mudah Daripada Membuat Gudeg

Di hadapan ratusan mahasiswa yang memadati aula Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Ali Fauzi menyedot perhatian para peserta yang sejak pagi sudah menunggu pemaparannya. Dalam dialog pencegahan paham radikal terorisme dan ISIS di kalangan mahasiswa yang diselenggarakan oleh BNPT, bekerjasama dengan IMM ini, laki-laki yang memiliki banyak nama alias itu memulai pemaparan awalnya dengan menyajikan slides tentang sepak terjangnya selama menjadi anggota kelompok terorisme.

Ia mengaku bahwa persentuhan pertamanya dengan terorisme dimulai dari baiat pertamanya di Malaysia pada ust Abu Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia pada 1991. Namun setelah terjadi perpecahan pada tubuh NII, ia kembali melakukan bai’at yang kedua pada 1994, satu angkatan dengan Dr. Azhari yang akhirnya meregang nyawa di tangan Densus 88. Mantan anggota kelompok teroris yang juga adik kandung dari Amrozi ini bercerita panjang lebar perjalanan hidupnya selama bergabung dengan kelompok teroris, termasuk berbagai jenis latihan ala militer yang ia jalani hingga akhirnya menjadi expert dalam hal perakitan bom.

Sebagai seorang ahli dalam urusan perakitan bom, ia mengatakan bahwa merakit bom jauh lebih mudah daripada membuat gudeg, masakan khas Yogyakata. “Hampir 90% bahan utama bom bisa ditemukan di dapur kita masing-masing,” ungkapnya.

Ketika membahasa tentang kelompok teroris ISIS, ia mengatakan bahwa kelompok pimpinan Abu Bakar al Baghdadi itu merupakan kelompok teroris bintang lima. Mereka hidup foya-foya, jauh dari ciri khas pejuang yang benar-benar melakukan jihad. “Coba lihat, mereka minum orange juice dan makan ayam panggang,” katanya sambil menunjukkan foto geromboloan ISIS yang sedang asik bersantap siang. “Dulu jaman saya, makan daun dan buah-buah yang ada di hutan saja. Kadang 2 hari baru dapat nasi, 3 hari kemudian tidak makan,” lanjutnya.

Ia menyatakan bahwa ISIS adalah produk konspirasi, sehingga organisasi ini bukanlah daulah apalagi khilafah, ISIS murni hanyalah Tanzim (Organisasi biasa). Mereka adalah kelompok Khawariz Takfiri, yang gemar berlaku keras dan terlalu mudah menunduh orang lain sebagai kafir. Mantan teroris yang kini menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi Islam di Lamongan ini juga menyatakan bahwa pengangkatan Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah menyalahi syariat, karena tidak melalui majelis syuro umat Islam.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa ISIS, dan berbagai kelompok teroris lainnya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama. Mereka adalah bagian dari konspirasi yang terus-terusan mengusung agenda politik dan ekonomi tersembunyi. “Kalau ada perang pecah, siapa yang diuntungkan?” Tanya Ali Fauzi kepada peserta, “Yang paling diuntungkan adalah produsen senjata: Amerika dan Rusia”. Hal ini semakin menegaskan bahwa ISIS bukanlah kelompok yang memperjuangkan Islam, karena dibalik slogan khilafah yang selalu mereka dengungkan, kelompok ini nyatanya hanyalah penggila kekerasan.

Pemaparan Ali Fauzi ini disetujui oleh Brigjen Pol Drs. Herwan Chaidir yang menegaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan yang terorganisir dan memilikii cakupan yang lintas negara. Karenanya hingga saat ini belum ada satupun negara yang mampu secara mandiri menyelesaikan masalah terrorisme yang masuk di wilayahnya; diperlukan kerjasama antar negara untuk mengatasi masalah ini. Terorisme menurutnya, menggunakan kemajuan teknologi untuk menyebarkan pengaruhnya ke berbagai wilayah di dunia, tujuan utamanya adalah untuk menebarkan rasa takut pada masyarakat, termasuk menumbuhkan kebencian pada pemerintah.

Karena itu terorisme harus dilawan secara bersama-sama dan menyeluruh, serta melibatkan seluruh elemen masyarakat. Hal ini perlu dilakukan guna memastikan bahwa paham radikal terorisme tidak akan mendapat tempat di masyarakat, sehingga perdamaian dan kesejahteraan dapat tercipta.