Mantan teroris Ali Fauzi yang ikut andil dalam dialog pencegahan paham radikal teroris yang diselenggarakan oleh BNPT bekerjasama dengan IPIM di Hotel Kartika Chandra tanggal 23 Juni 2016 mengatakan bahwa merakit bom itu sangat mudah, tidak seperti yang dikatakan oleh Amin Rais terkait bom bali tahun 2002 yang mengakibatkan kontraversil di kalangan pejabat RI mengenai bom bali karena bom dimaksud tidak dipercaya sebagai bom buatan anak Indonesia yang berasal dari kampung yang diduga sebagai pelaku teroris.
Menurut Fauzi bahwa banyak sekali asumsi terkait dengan bom bali yang menyebabkan silang pendapat padahal bom tersebut benar dirakit oleh anak anak Indonesia yang lugu dari kampung.
Mengapa banyak orang kampung yang bisa merakit bom?. Menurut Fauzi bahwa pada tahun 1980an terjadi konflik dalam tubuh gerakan Islam Indonesia yang mendirikan negara Islam Indonesia. Perpecahan ini kemudian menimbulkan kubu kubu baru atau kelompok-kelompok baru yang lebih ekstrim. Kelompok ini kemudian mengirim kader kadernya ke Afghanistan untuk mengikuti pelatihan militer bersama-sama dengan mujahidin melawan Uni Soviet dan setelah itu, bergabung dengan kelompok ekstrim di Mindanau dan mendirikan kamp-kamp pelatihan di daerah dimaksud.
Bersamaan dengan era reformasi dan runtuhnya pemerintahan Taliban di Afghanistan setelah AS menyerbu negara itu akibat dengan pemboman gedung World Trade Center di New York membuat kelompok-kelompok ini kemudian menyebar di Indonesia atau di Asia secara umum mengeksekusi cita-cita mereka untuk mendirikan negara Islam dengan menciptakan kekacauan di Indonesia melalui pemboman tempat tempat strategi seperti hotel, kedutaan asing dan gereja gereja. Peristiwa ini dapat dilihat dari tahun 2000 ke atas dimana mana terjadi pemboman di ibukota.
Keahlian yang dimiliki oleh pelaku-pelaku perakit bom dimaksud semuanya dipelajari selama mereka Afghanistan dan Mindanau, Filipina. Karena itu Fauzi menegaskan bahwa isu-isu kontraversial tentang terorisme dan bom benar ada dan dilakoni oleh mereka yang dari kampung yang sebelumnya terlibat dalam gerakan ekstrimisme dan terorisme.
Oleh karena itu ia menghimbau kepada semua pimpinan pondok untuk meyakini bahwa ancaman nyata yang kita hadapi sekarang ini adalah terorisme yang diawali dengan paham-paham takfiri dan hijrah dan pengetahuan keagamaan yang sangat terbatas.