Mantan teroris Ali Fauzi dalam pemaparannya di depan anak-anak sekolah SMA dari seluruh wilayah kalsel yang diselenggarakan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Banjarmasin 25/11/15 menyampaikan bahwa ekstrimisme merupakan sebuah proses dialektika yang membutuhkan waktu panjang, sehingga tidak ada ektrimisme yang secara instan langsung menjadi ekstrimisme akan tetapi melalui proses panjang.
Oleh karena itu proses deradikalisasi juga membutuhkan waktu untuk mengubah pola pikir ekstrimisme. Dikatakan bahwa salah satu proses menuju ekstrimisme lebih banyak disebabkan oleh perkawanan dan pertemanan makanya ia menghimbau anak-anak sekolah agar hati-hati dalam bergaul dan memilih kawan sehingga tidak salah dalam memilih kawan. Imbauan ini didukung oleh Hadis Rasululllah yang menyebutkan bahwa seseorang dapat diukur melalui kawannya.
Ia mengatakan bahwa dalam perjalanan hidupnya menuju teroris juga melalui jalan panjang mulai tahun 1991 hingga tahun 2004 setelah kepolisian philipina menangkap dan memenjarakannya. Namun kemudian diserahkan kepada aparat kepolisian Indonesia. Menurut Ali Fauzi bahwa doktrin ekstrimisme membuat seseorang nekad dan berani melakukan bom bunuh diri karena keyakinan akan posisi yang akan diperoleh setelah meninggal yaitu menjadi pengantin dengan bidadari di hari kemudian.
Dalam perjalanannya telah banyak yang dilakukan yang terkait dengan kegiatan ekstrimisme dan pendidikan militer serta pengajaran terhadap anggota anggota jamaah islamiyah untuk membuat bom dan sistim penggunaan berbagai senjata termasuk membina dan membimbing personil-personil teroris untuk bereaksi di semua daerah-daerah konflik seperti, Ambon dan Poso.
Untuk meninggalkan ekstrimisme juga membutuhkan waktu yang cukup panjang namun karena berbagai fakta yang ditemukan sejak ditangkap seperti perlakuan aparat keamanan Indonesia saat ditahan cukup bersahabat dan korban-korban yang dijumpai di Eropa dan beberapa negara membuat semakin yakin bahwa apa yang dilakukan adalah salah dan bertentangan dengan nilai-nilai islam. Namun ia sangat menyesalkan terhadap sikap Abu Bakar Baashir yang sampai saat ini masih saja mengklaim dirinya sebagai pihak yang benar padahal apa yang dipahami dan dijalankan sangat bertentangan dengan nilai nilai Islam dan kemanusiaan.
Paparan Ali Fauzi menarik perhatian dari semua peserta mengingat pada sesi tanya jawab hampir semua peserta menyampaikan tentang latarbelakang yang mendorongnya untuk menjadi teroris dan faktor-faktor yang mendukung terjadinya bom-bom di beberapa tempat di Jakarta dan di Bali. Menurut Ali Fauzi bahwa hampir semua tujuan teroris adalah bagian dari balas dendam seperti pemboman di Kedubes Filipina sebagai balas dendam terhadap tindakan aparat Filipina yang membombardir kamp-kamp kelompok pejuang Moro.
Demikian pula pemboman gereja sebagai balas dendam atas tindakan kelompok lain yang membakar tempat-tempat ibadah Islam. Saat ini kelompok-kelompok teroris bukan lagi sebagai balas dendam akan tetapi ingin merubah Indonesia menjadi negara hilafa oleh karena itu hampir setiap saat mereka mendoakan agar Indonesia hancur dan berantakan sehingga daulah hilafa dapat didirikan di Indonesia. Inilah salah satu tujuan teroris sekarang ini khususnya di Indonesia.
Menurut Ali Fauzi bahwa Jamaah Islamiyah (JI) merupakan tindak lanjut dari NII dimana tokoh-tokoh JI menginginkan berdirinya negara Islam di Indonesia. Selain itu, ia mengatakan bahwa seorang terorisme bukan dinilai dari fisiknya dan penampilannya seperti jenggot, celana cingkrang, cadar dan lain-lain akan tetapi terorisme dapat dilihat dari segi pemikirannya. Jika pemikirannya didominasi oleh pemikiran takfiri yang senang mengkafirkan sesama muslim dan menilai semua yang terlibat dalam pemerintahan yang tidak menjalankan syariat islam sebagai orang kafir, maka pemikiran seperti ini merupakan ciri utama pemikiran radikalisme terorisme.
Oleh karena itu, Ali Fauzi menghimbau anak-anak sekolah bukan saja di Kalsel akan tetapi di seluruh Indonesia agar tetap menjaga dan memelihara serta menghindarkan diri dari berbagai pengaruh-pengaruh negatif yang dapat menggiring ke dalam kelompok ekstrimisme dan terorisme.