Mogadishu – Kelompok radikal Islam Al-Shabaab mengaku sebagai dalang aksi teror bom mobil yang meledak di Mogadishu, Somalia, Sabtu (28/12) pekan lalu. Bom tersebut menewaskan sedikitnya 90 orang, termasuk dua warga negara Turki.
Serangan bom Mogadishu menjadi paling mematikan dalam dua tahun terakhir. Banyak yang terluka dalam ledakan. Pasalnya, ledakan tersebut membuat kendaraan di sekitarnya hangus dan terpelintir di daerah yang macet.
“Mujahidin melakukan serangan, menargetkan konvoi tentara bayaran Turki dan milisi murtad yang mengawal mereka,” kata juru bicara Al-Shabaab Sheik Ali Mohamud Rage dalam sebuah pesan audio yang kutip AFP, Rabu, (1/1).
Di antara yang tewas, terdapat 16 siswa dari universitas swasta Banadir yang bisnya melewati persimpangan ketika bom meledak.
Untuk pertama kalinya, Al-Shabaab meminta maaf kepada para korban sipil serangan itu, yang dibenarkan jika diperlukan dalam perang melawan Negara Somalia dan para pendukung asingnya.
“Kami sangat prihatin dengan korban yang menimpa masyarakat Muslim Somalia kami, dan kami menyampaikan belasungkawa kami kepada umat Islam yang telah kehilangan nyawa dan atau terluka dan atau harta mereka dihancurkan.”
Al-Shabaab biasanya tidak mengklaim serangan yang menyebabkan tingkat korban yang begitu tinggi di antara penduduk sipil, karena takut kehilangan dukungan dari beberapa warga Somalia.
Mogadishu secara teratur dilanda serangan oleh Al-Shabaab, yang telah berjuang selama lebih dari satu dekade untuk menggulingkan pemerintah Somalia.
Pada 2010, Al-Shabaab mendeklarasikan kesetiaannya kepada al-Qaeda. Tetapi para pejuangnya melarikan diri dari posisi yang pernah mereka pegang di ibukota Mogadishu, dan sejak itu kehilangan banyak benteng.
Mereka mempertahankan kendali atas petak-petak pedesaan besar di negara itu dan terus mengobarkan perang gerilya melawan pihak berwenang, yang berhasil menimbulkan serangan berdarah di rumah dan di luar negeri.