Al-Qaeda Klaim Serangan yang Tewaskan 2 Tentara Prancis di Mali

Al-Qaeda Klaim Serangan yang Tewaskan 2 Tentara Prancis di Mali

Paris – Sebuah kelompok militan yang terkait dengan Al-Qaeda mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan dua tentara Prancis di Mali.

Kedua tentara Prancis itu tewas pada Sabtu (2/1) ketika kendaraan mereka menghantam bahan peledak di timur laut Mali, hanya beberapa hari setelah tiga tentara Prancis lainnya tewas dengan cara yang sama.

Kematian itu menambah jumlah tentara Prancis yang tewas di negara Afrika Barat itu menjadi 50 orang, sejak Prancis pertama kali melakukan intervensi di Mali pada 2013 untuk membantu mengusir para militan.

Group to Support Islam and Muslims atau Kelompok untuk Mendukung Islam dan Muslim (GSIM) mengatakan pihaknya “meledakkan alat peledak” saat kendaraan itu lewat, “membuat jumlah korban menjadi lima orang dalam waktu kurang dari seminggu”, dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh platform propagandanya Al-Zallaqa seperti dikutip AFP, Selasa (5/1).

Serangan itu menewaskan kopral Loic Risser (24) dan sersan Yvonne Huynh (33), ibu dari seorang anak kecil dan tentara wanita pertama yang tewas sejak operasi Prancis dimulai di wilayah Sahel.

GSIM membantah bertanggung jawab atas serangan di dua desa di Niger barat pada hari Sabtu (2/1) yang menewaskan 100 orang – pembantaian terbesar warga sipil dalam pemberontakan Islamis selama delapan tahun di Sahel.

“Serangan ini, siapa pun yang melakukannya, tidak berbeda dengan pembantaian penjajah Prancis dan milisi kriminal,” kata GSIM seraya menambahkan bahwa “jihad” mereka tidak untuk melawan rakyat, dan bersumpah akan membalas.

Kelompok itu tampaknya mengacu pada kelompok Negara Islam di Sahara Raya (EIGS), saingan besarnya di wilayah tersebut dan telah terlibat bentrokan dalam beberapa bulan terakhir.

Satu tahun lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan EIGS sebagai musuh nomor satu di wilayah Sahel.

Sejak saat itu, GSIM semakin kuat, dan pada bulan November 2020 lalu, komandan pasukan Barkhane Prancis, Marc Conruyt menyebut kelompok itu “paling berbahaya” di wilayah tersebut.

Operasi Barkhane Prancis melibatkan 5.100 tentara tersebar di seluruh wilayah Sahel dan telah memerangi kelompok-kelompok militan bersama tentara dari Mauritania, Chad, Mali, Burkina Faso dan Niger, yang bersama-sama membentuk kelompok G5 Sahel.