Jakarta – Pengamat teroris Al Chaidar menilai tembakan yang mengarah ke gedung DPR sangat kecil kemungkinan itu bagian dari serangan teror. Menurutnya, belum pernah terjadi sebuah gedung menjadi sasaran tembak kelompok teroris. Yang ada, anggota kelompok teror masuk gedung atau dari luar menyasar orang untuk ditembak.
“Ini seperti saat aksi teror Thamrin,” ujarnya.
Dikatakan, serangan langsung di dalam gedung pemerintahan memiliki risiko besar. Namun, tidak berarti pelaku teror memilih menembak dari luar gedung secara liar.
“Kalau dari dalam gedung itu cenderung ke masjid seperti di Cirebon beberapa tahun lalu,” ungkapnya.
Karena itu, lanjut dia, sangat kecil kemungkinan ada teroris yang sengaja menembak gedung DPR.
“Kelompok terorisme itu sebenarnya paramiliter yang mengerti benar sasaran yang harus ditarget,” ujarnya.
Ketua Perbakin DKI Jakarta Irjen Setyo Wasisto menganalisis mengapa dua tembakan ke gedung Nusantara I diduga peluru nyasar. Menurut dia, sudut lubang tembak di lantai 16 dan 13 itu sudah dihitung cepat.
“Titik masuknya peluru dilihat dari lubang di kaca dan dinding memang dari arah lapangan tembak. Bila ditarik benang merah dari lubang memang titik awalnya lapangan tembak,” ujarnya.
Dari proyektil, diketahui pelurunya berkaliber 9 mm. Lalu, senjata I merupakan pistol jenis Glock yang pelurunya juga 9 mm. Jarak efektif pistol Glock sekitar 50 meter, tapi bisa lebih jauh dari itu. “Bisa sampai dengan jarak sempurna,” ungkapnya.
Dari sisi waktu, diketahui dua tembakan tersebut terjadi sekitar pukul 14.30. Sedangkan I berlatih menembak reaksi cepat dari pukul 14.00 hingga 15.00.
“Dari segi waktu cocok, tapi tetap harus menunggu hasil laboratorium forensik untuk uji balistik,” tuturnya.
Latihan menembak reaksi cepat memiliki risiko membuat tembakan jauh dari sasaran. Pasalnya, menembak reaksi cepat itu perlu berlari, mengincar sasaran yang berpindah lokasi, bahkan mengisi peluru saat berlari.
“Sasarannya juga kadang bergerak,” urainya.
Karena itu, sangat mungkin tembakan ke arah atas terjadi. Entah karena apa.
“Menembak reaksi cepat beda dengan menembak biasa yang tak bergerak dan hanya satu sasaran,” ujarnya.
Asumsi peluru nyasar dari lapangan tembak ke gedung DPR itu semakin kuat karena pada 2009 pernah terjadi hal yang sama. Setyo menuturkan, jelas sekali ini bukan aksi teror dan semacamnya.
“Hanya peluru nyasar,” jelasnya.
Menurut dia, kejadian itu bisa menjadi titik tolak untuk mengevaluasi keamanan lapangan tembak di Senayan.
“Yang pasti, dalam latihan menembak itu, ada tiga poin utama. Yakni, safety, safety, dan safety. Artinya, keamanan itu segalanya,” tegasnya.