Jakarta – Meski kekhalifahan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah runtuh sejak 2018 ini, namun pergerakan anggota mereka masih terus terjadi di media sosial. Seperti dalam sebuah laporan, di platform Facebook, akun-akun yang terhubung dengan kelompok ISIS masih banyak yang belum terdeteksi oleh media sosial tersebut. Beberapa akun adalah akun berbahasa Indonesia dan ditujukan bagi komunitas Indonesia.
Dikutip dari laman BBC, Salah satu akun Facebook berbahasa Indonesia yang direkam di dapur, misalnya, menampilkan seorang pria mengenakan balaklava yang menjelaskan cara membuat peledak menggunakan barang-barang rumah tangga. Pengikut dan teman akun-akun utama Facebook itu mencakup pendukung ISIS dari sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Taktik salah satu jaringan untuk mengelabui deteksi tersebut adalah dengan menggabungkan materialnya dengan konten-konten dari situs berita asli, seperti rekaman siaran berita dari TV dan musik tema milik BBC News.
Jaringan itu juga membajak akun-akun Facebook, dan mengunggah video tutorial yang mengajarkan kepada jihadis-jihadis lainnya bagaimana cara membajak akun. Facebook sebenarnya telah mengatakan tidak memiliki toleransi terhadap propaganda teroris.Bahkan Facebook mengatakan semua akun tersebut telah dihapus.
Institut Dialog Strategis (ISD), yang melakukan kajian ini, melacak 288 akun-akun Facebook yang terhubung dengan sebuah jaringan ISIS tertentu selama tiga bulan. Kelompok dibalik akun-akun tersebut mampu mengeksploitasi celah yang ada, baik dalam sistem moderasi otomatis atau manual Facebook, untuk mengumpulkan puluhan ribu penonton untuk materi mereka.
Periset ISD mengatakan mereka melihat secara langsung bagaimana jaringan tersebut mengunggah instuksi bagi pendukungnya untuk membanjiri komentar di situs-situs yang mengandung materi terorisme.
Pada 7 April, sejumlah akun Twitter mulai mengirim tautan ke sebuah pesta virtual melalui Facebook Watch. Semua akun tersebut menggunakan frase ‘Fuouaris Upload’, sebuah referensi untuk seorang pejuang Islam di abad pertengahan.
Periset ISD mengatakan ini adalah bagian dari sebuah upaya terkoordinasi untuk menguasai wilayah digital di Facebook. Jaringan itu membagikan konten video yang mencatatkan ratusan ribu views, dan dibagikan, melalui tautan, ke platform lainnya seperti Telegram, WhatsApp, situs-situs milik ISIS, dan SoundCloud.
Para periset percaya pusat jaringan tersebut adalah seorang pengguna yang mengelola sekitar sepertiga (atau 90 akun dari total 288) akun-akun Facebook tersebut. Pengguna ini terkadang sesumbar memiliki 100 akun ‘rampasan perang’.
Ini bisa dilakukan dengan mengumpulkan nomor-nomor telpon Amerika Utara asli dan mencari akun Facebook yang diasosiasikan dengan nomor tersebut. Jika ditemukan kecocokan, jaringan itu akan meminta kode reset untuk dikirimkan ke nomor telpon itu, sehingga mereka dapat ‘mengusir’ pemilik akun sebenarnya dan memakai profil Facebook itu untuk menyebarkan konten.
Menurut ISD, kunci keberlangsungan konten ISIS di Facebook adalah metode yang dipakai oleh pendukung ISIS untuk memodifikasi konten mereka guna mengelabui sistem pengawasan.
Ini seperti:
- Memisahkan teks dan memakai tanda baca asing untuk mengelabui setiap alat moderasi Facebook yang mencari beberapa kata-kata kunci
- Menyamarkan branding ISIS, atau memodifikasinya dengan memakai efek-efek video milik Facebook
- Menambahkan branding outlet berita mainstream di atas konten-konten ISIS
Facebook sendiri telah mencoba mengembangkan beberapa metode agar ia tidak menghapus konten-konten berita milik media mainstream yang berisi cuplikan materi ISIS, dan hal ini dimanfaatkan oleh pendukung ISIS.
Salah satu contohnya adalah sebuah video ISIS yang telah diunggah, namun didahului dengan siaran berita dari kanal France 24 selama 30 detik, sebelum dilanjutkan dengan video ISIS Irak berdurasi 49 menit.
Contoh lainnya, sebuah video berisi remix jingel BBC News dengan lagu pop lainnya, sebuah meme yang sempat populer selama pandemi virus corona. Remix ini dipakai untuk menyamarkan konten ISIS.
Periset mendapati 70% dari akun-akun “Fuouaris Upload” telah dihapus dalam periode studi mereka selama hampir tiga bulan. Namun jaringan itu beradaptasi dan bertahan dengan relatif mudah dengan berpindah dari satu akun ke akun lainnya.
Meski akun-akun mereka dihapus, anggota jaringan itu terang-terangan mengejek Facebook karena tidak memahami cara mereka beroperasi di platform itu. Pengikut dan teman akun-akun utama Facebook itu mencakup pendukung ISIS dari sejumlah negara dengan bahasa yang berbeda, seperti bahasa Albania, Turki, Somalia, Ethiopia, dan Indonesia.
Periset mengatakan akun-akun ini tidak dimoderasi seketat akun-akun ISIS dengan bahasa Arab dan Inggris. Periset menemukan sebuah video di salah satu akun Facebook berbahasa Indonesia yang direkam di dapur, menampilkan seorang pria mengenakan balaklava yang menjelaskan cara membuat peledak menggunakan barang-barang rumah tangga.
Video itu telah dilihat 89 kali dan dibagikan ke 41 akun berbahasa Indonesia dan Arab. Video ini telah disampaikan ke Facebook.
ISD mengatakan sistem deteksi otomatis dan manual Facebook perlu diperbarui, dan mereka juga perlu menyelidiki secara pro-aktif akun-akun yang terus melanggar aturan, serta koneksi mereka terhadap akun Facebook lainnya.
Facebook juga perlu memeriksa ulang protokol keamanan akun, dan bagaimana penggunanya mengelabui sistem keamanan tersebut.
Merespon riset ini, juru bicara Facebook mengatakan: “Kami telah menghapus lebih dari 250 akun yang disebut dalam riset ISD, sebelum mereka dilaporkan, dan kami juga telah menghapus 30 akun sisanya.”
“Kami tidak memiliki toleransi untuk propaganda terorisme di platform kami, dan kami akan menghapus konten dan akun yang melanggar kebijakan kami begitu kami mengidentifikasinya.” (