Jakarta – Aksi teror di Indonesia dari tahun 2002 hingga 2015 terpantau turun. Para kelompok jihad di Indonesia pada saat ini sudah tidak melihat bumi Nusantara ini sebagai incaran untuk melakukan operasi jihad atau untuk melancarkan aksi terorisme. Saat ini mereka sudah mulai mengalihkan rencana operasi mereka ke Suriah dengan bergabung bersama kelompok Islamic State Iraq and Syria (ISIS).
“Dulu kelompok kelompok ini ingin mengincar negerinya sendiri untuk melakukan aksi terornya. Tetapi sejak beberapa bulan lalu setelah munculnya yang mengatasnamakan ISIS ini mereka pada pergi ke Suriah sana. Itu yang paling utama buat mereka,” ujar pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Dr Sholahuddin saat menjadi narasumber di acara workshop Penguatan Jaringan Anti-Radikalisme di Dunia Maya untuk Ulama Muda yang digelar Nahdatul Ulama (NU) Online bersama BNPT di Hotel Acacia, Jakarta, kemarin.
Hal itu berdasarkan pengakuan jaringan teroris Anton yang ditangkap di Ciputat pada malam tahun baru 2013 lalu. Dari penangkapan tersebut polisi mendapatkan pengakuan dari Anton bahwa dana ratusan juta hasil fa’i dari sebuah Bank BRI di Tangerang digunakan jihad ke Suriah.
“Mereka mengatakan bahwa sebagian dari dana itu digunakan untuk membiayai jihad ke Suriah. Dan itu juga diperkuat dari temuan saat usai pengepungan, polisi menemukan beberapa buah paspor. Jadi, mereka menggunakan sebagian dana untuk berangkat ke Suriah” ujar Sholahudin.
Diakatakannya, dalam upaya untuk menggalang dana dalam melancarkan operasinya, para pelaku teror ini tidak hanya mendapatkan dana dari luar negeri saja, tetapi melakukan peretasan terhadap situs online dari Malaysia. “Dari peretasan situs itu, mereka mendapat Rp7 miliar,” ujarnya.
Namun yang agak menggelitik menurutnya, dengan mendapatkan dana sebanyak Rp7 milliar tersebut maka imannya pun goyah. Uang yang semestinya digunakan untuk membiayai aksi-aksi teror, digunakan untuk membeli kebutuhan duniawi lain.
“Oleh si peretas ini uangnya digunakan untuk keperluan lain, bukan membiayai aksi mereka. Yamg disumbangkan untuk oeprasi ke Poso hanya 250 juta saja. Artinya, ada perilaku korupsi juga di kalangan teroris ini. Harusnya di kelompok mereka juga harus ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menyelidiki korupsi di kalangan ISIS ini,” ujar Sholahuddin disambut tawa para peserta workshop
Solahudin mengungkapkan, pendanaan teroris di Indonesia dewasa ini semakin mandiri atau independen. Sebelumnya dana mereka berasal dari luar negeri, namun saat ini mendapatkannya dari dalam negeri
Ia menyebutkan, dana dari dalam negeri mereka dapatkan dengan cara perampokan, donatur dari orang kaya dan lainnya. Ia mencontohkan, pada operasi latihan teroris di Aceh pada 2010, seorang dokter menyerahkan bantuan sebesar Rp 400 juta pada Abu Bakar Baasyir.
Sholahuddin juga menyebut bahwa saat ini sudah ada sekitar 300-an orang lebih Warga Negara Indonesia (WNI) sudah berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS ataupun kelompok Jabhah Nusrah. “Tetapi mayoritas dari mereka lebih bergabung untuk bergabung dengan ISIS dibandingkan dengan Jabhah Nusrah,” tuturnya.
Alasan memilih ISIS karena ISIS dianggap representasi dari khilafah minhajin nubuwwah. Ada sebuah hadist yang mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak di muka bumi setelah runtuhnya para tiran di tanah Arab.