MOSUL – Semenjak Irak mengumumkan kemenangan atas kelompok teroris ISIS, kehidupan di kota Mosul belum sepenuhnya pulih. Beberapa kali serangan yang dilancarkan oleh sisa – sisa anggota ISIS, bekas bangunan yang hancur akibat kecamuk perang juga masih nampak , yang lebih miris adalah banyak anak-anak yang kehilangan orang tuanya kini menjadi pengemis di jalanan kota Mosul.
Salah seorang anak kecil bernama Mohammed Salem berusia 12 tahun, setiap hari harus berjuang untuk bertahan hidup dengan berjualan tisu. Ayah bocah kecil terseut meninggal dibunuh oleh anggota kelompok teroris ISIS.
“Saya menjual tisu. Saya keluar setiap hari dari pukul 07.00 pagi sampai pukul 22.00,” kata Salem, bocah berusia 12 tahun.
Dikutip dari laman tribunnews.com, bocah lelaki tersebut kini berjuang untuk dapat bertahan hidup bersama ibunya, setelah ayahnya tewas ditangan anggota teroris ISIS, sebelum pasukan pemerintah merebut kembali Mosul.
Salem bukanlah satu-satunya anak kecil yang turun ke jalan untuk mencari nafkah dengan berjualan tisu atau menjadi pengemis demi bertahan hidup pasca orangtua mereka tiada.
Menurut kelompok Orphan’s Joy di Nineveh, tidak ada data resmi mengenai jumlah anak yang kehilangan orangtua. Namun penelitian dari kelompok tersebut menunjukkan, ada sekitar 6.200 anak yatim di Niniveh.
“Ada 6.200 anak yatim di Niniveh, di mana 3.283 orangtua mereka tewas dalam serangan di Mosul yang terakhir,” kata kepala organisasi Orphan’s Joy, Kedar Mohammed.
Kehidupan yang sulit pasca peperangan membuat banyak anak kecil setiap harinya menyebar disetiap persimpangan dan lampu lalu lintas untuk mengharap belas kasihan pengguna jalan.
Kondisi anak-anak tersebut sangat memperihatinkan, tubuh mereka kurus dengan pakaian yang kurang layak.
“Keluarga saya dibunuh dan rumah kami hancur dalam serangan bom di Kota Tua,” ucap Ali Bunyan (10) kepada AFP.
Dia tak sanggup menahan air matanya ketika menceritakan kembali kisah hidupnya.
Kejahatan jalanan Pertempuran sengit menghancurkan hampir 90 persen Kota Tua di Mosul barat, yang sekarang dipenuhi reruntuhan bangunan.
“Saya tidak punya kerabat sekarang. Saya harus mengemis untuk memenuhi kebutuhan diri saya sendiri,” kata Bunyan.
“Saya tidak dapat menemukan pekerjaan karena saya masih muda,” imbuhnya.
Seperti anak-anak lainnya, dia enggan mengungkapkan tempat tinggalnya saat ini.
Anggota dewan Nineveh Khalaf al-Hadidi mengatakan, sampai sekarang belum ada proyek nyata atau studi dari pemerintah pusat dan lokal untuk menangani fenomena tersebut.
“Solusi penting karena anak-anak jalanan terkena berbagai jenis eksploitasi,” katanya.
Warga sekitar menyampaikan bahwa ada geng yang mengubah anak-anak jalanan menjadi kelompok terorganisir, atau memaksa mereka membayar sejumlah biaya untuk bisa mengemis di tempat umum.
Menurut peneliti sosial Fatimah Khalaf, kondisi di Mosul telah membuat anak-anak rentan terhadap berbagai kejahatan di jalan.
“Jika mereka ditinggalkan di jalanan, mereka akan menjadi sampah masyarakat dan mungkin beberapa dari mereka akan menjadi penjahat,” ujarnya.