Jakarta – Ketua Prodi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhammad Syauqillah menegaskan bahwa keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang baru, memiliki peranan untuk menekan aksi terorisme di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan dalam KUHP yang telah disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu itu, penyebaran ideologi anti Pancasila termasuk ke dalam delik pidana.
Jelas sekali bahwa dengan lahirnya KUHP baru merupakan sebuah momentum strategis yang berkaitan dengan ketentuan akan terorisme.
”Tentunya ini menjadi menarik, karena di situ antara lainnya adalah penyebaran ideologi anti Pancasila dimasukan delik pidana, dan berkaitan dengan studi tidak dimasukkan dalam delik pidana,” ujar Muhammad Syauqillah dalam keterangannya, Senin (26/12).
Sementara itu, Guru Besar bidang Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof. Harkristuti Harkrisnowo turut menambahkan bahwa memang keberadaan KUHP baru mampu menjadi solusi atas tidak berpolanya Undang-Undang yang sebelumnya telah diberlakukan di Indonesia.
Justru dengan ketidakberpolaan yang jelas tersebut, menurutnya mampu menimbulkan kesulitan dalam pembicaraan mengenai hukum pidana di Tanah Air, sehingga memang KUHP baru menjadi solusi yang konkret.
”Mengapa perlu sekali hal ini kami rumuskan karena pada saat ini kita juga masih punya berbagai Undang-Undang yang tidak memiliki pola yang sama, baik dalam rumusan kriminalisasi, jenis pidana, jenis tindakan, dan sanksinya itu sangat beragam, sehingga hal ini menimbulkan kesulitan di dalam pembicaraan mengenai hukum pidana di Indonesia,” ujar Prof. Harkristuti.
Lebih lanjut, beliau juga menambahkan bahwa setidaknya terdapat 5 misi dalam KUHP baru, yakni rekodifikasi terbuka dan terbatas, demokratisasi, aktualisasi, modernisasi hingga harmonisasi.
Prof. Harkristuti juga menjelaskan bahwa adanya misi rekodifikasi terbuka dalam KUHP baru dikarenakan memang masih terdapat kemungkinan ketentuan-ketentuan lain untuk dimasukkan, utamanya adalah pada bab kusus di dalam Bab XXXV.
Dalam bab tersebut terutama hal yang disorot adalah prinsip yang berlaku untuk lima tindak pidana khusus meliputi tindak pidana berat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang hingga tindak pidana narkotika.