Ambon – Narasumber ahli agama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Muhammad Syauqillah, menilai telah terjadi pembelokan makna khilafah di Indonesia.
“Mereka yang mengusung khilafah di Indonesia seolah ingin menjadi kelompok eksklusif. Padahal mereka menjadikan Turki sebagai kiblat ideologinya, yang mana di Turki justeru tidak ada eksklusiftas dalam komunitas agama,” kata Syauqillah di kegiatan Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dalam Pencegahan Terorisme di Universitas Pattimura, Ambon, Rabu (15/3/2017).
Syauqillah menunjukkan contoh pembelokan makna khilafah lainnya. Yaitu cara untuk mencapai terbangunnya kepemimpinan global dalam bingkai khilafah yang di Indonesia terkesan dilakukan dengan mendukung cara-cara kekerasan terhadap kelompok yang tidak sepaham.
“Sementara di Turki antarumat beragama bisa hidup rukun, saling menghargai, toleransi begitu kuat. Tidak seperti di Indonesia, mereka yang mengusung khilafah dengan yang seagamapun, jika berbeda pandangan, mereka menjaga jarak,” tegas pria penyandang gelar Ph.D dari Universitas Marmara tersebut.
Syauqillah yang kini menjadi pengajar Kajian Timur Tengah di Universitas Indonesia juga mengungkapkan, sikap eksklusif itulah yang dalam perkembangannya menjadikan seseorang mudah mengkafirkan kelompok lainnya. Dia meminta mahasiswa sebagai agen perubahan meluruskan makna perubahan yang dijalaninya, yaitu berubah untuk ilmu pendidikan, salah satunya penguasaan bahasa asing, agar lingkup berdakwah semakin luas.
“Sudahi perubahan yang menjadikan kita terus berprasangka buruk terhadap kelompok yang berbeda keyakinan. Berubahlah sendiri dalam mengejar ketertinggalan,” pungkas Syauqillah.
Pelibatan LDK dalam Pencegahan Terorisme dilaksanakan oleh BNPT dengan menggandeng Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi se-Indonesia. [shk]