Jakarta – Bila agama dipahami dengan benar, orang akan enak menjalankannya. Kuncinya adalah kemanusiaan. Hal itu dikemukakan Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Minggu (22/10/2017).
Tokoh yang akrab disapa Buya Safii itu juga menyentil kalangan muslim yang tidak bisa membedakan antara Islam dan Arabisme. Pernyataan itu muncul dalam seminar bertema “Bisikan dari Jogja: Refleksi dan Evaluasi Bidang Kebudayaan Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK” di Jogjakarta Plaza Hotel, Yogyakarta pada 21-22 Oktober 2017.
Buya Syafii juga menyebutkan ada Arabisme yang baik dan yang tersesat. Arabisme yang tersesat, katanya, hanya fokus pada bentuk atau ritual, bukan internalisasi atau substansi. “Agama dipakai tidak untuk mengarahkan pemeluknya kepada hal-hal yang lebih baik. Orang memakai tasbih saja seakan-akan sudah Islam. Ini pembodohan,” katanya.
Buya menyoroti radikalisme yang punya daya rusak luar biasa karena mengobarkan semangat perang. Menurut dia, negara-negara Timur Tengah sedang tidak berdaya menghadapi radikalisme dan terorisme yang semakin menguat.
Radikalisme di Indonesia menyasar lembaga pendidikan dari tingkat dasar atau taman kanak-kanak hingga kampus. Di kampus, misalnya, radikalisme menyasar mahasiswa yang mengambil jurusan eksakta atau ilmu pasti, yang berpikirnya linier atau satu arah. “Mereka rentan sekali karena pikirannya hanya hitam putih,” ujarnya.
Menurut Syafii, kelompok-kelompok radikal itu menganut kebenaran tunggal sehingga membunuh keberagaman. Kelompok radikal, kata dia, tidak hanya membahayakan kalangan kampus, tapi juga agama.
“Lama-lama agama ditolak. Padahal agama menghidupkan hati nurani, kreativitas, dan otak. Dalam Al-Quran, jelas orang beriman harus menghidupkan akal budi dan kritis,” ucapnya seperti dilansir Tempo.co.id.