Doha – Perunding perdamaian Afghanistan dan Taliban telah menghasilkan aturan dasar untuk melindungi dari risiko gangguan yang bisa mengagalkan pembicaraan. Menurut tiga sumber Reuters menyatakan, terobosan baru itu dicapai berkat bantuan dari pejabat Amerika Serikat (AS).
Kedua belah pihak menyusun 19 aturan dasar yang harus dipatuhi oleh negosiator mereka selama pembicaraan. “Mempertegas aturan dasar sangat penting karena membuktikan bahwa kedua belah pihak bersedia melanjutkan pembicaraan bahkan ketika kita melihat bahwa kekerasan belum berkurang di lapangan,” kata seorang diplomat senior Barat yang tidak mau disebutkan namanya.
Dikutip dari Reuters, Terobosan itu terjadi ketika Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, mengadakan diskusi bilateral di ibu kota Qatar, Doha, dengan Utusan Khusus AS, Zalmay Khalilzad, dan komandan tertinggi pasukan AS dan NATO di Afghanistan, Jenderal Austin Miller. Para diplomat mengatakan pembicaraan itu dimulai dengan awal yang sulit, terjadi ketidaksepakatan tentang aturan Islam Hanafi dapat digunakan untuk memandu negosiasi.
Kealotan pun terjadi karena mempertimbangkan kesepakatan yang ditandatangani antara AS dan Taliban pada Februari harus menjadi dasar bagi kesepakatan tersebut, seperti yang diminta oleh Taliban. Ketiga sumber tersebut mengatakan, delegasi mengesampingkan perbedaan tersebut untuk bergerak maju dan menyepakati agenda, tetapi akan bekerja untuk menyelesaikan masalah ini selama negosiasi.
“Aturan dasar akan menjadi dasar karena kedua belah pihak berusaha untuk mencegah keruntuhan,” kata seorang pejabat senior kedua di Doha yang mengawasi pembicaraan tersebut.
Gencatan senjata adalah prioritas utama bagi para pejabat Afghanistan dan diplomat barat yang memfasilitasi pembicaraan ini. Namun, para analis yakni Taliban tidak akan menyetujui gencatan senjata yang komprehensif karena bentrokan dengan pasukan Afghanistan dan kekerasan memberi mereka pengaruh di meja perundingan.