Adaptasi Teknologi Kunci Lestarikan Budaya

Jakarta – Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) menegaskan bahwa adaptasi penyajian dengan sistem teknologi menjadi kunci melestarikan dan mempromosikan budaya nusantara kepada masyarakat, khususnya generasi muda.

“Kita harus ada inovasi dan adaptasi baru, ada sentuhan-sentuhan digital mungkin sampai AI nantinya ya, sebagai perkembangan baru dari tuntutan zaman kita,” ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam keterangan tertulis diterima di Yogyakarta, Selasa (26/11).

Upaya adaptasi teknologi itu dapat dilihat melalui pertunjukan kolaborasi wayang yang diselenggarakan Kemenbud saat pembukaan Indonesia Intangible Cultural Heritage (ICH) Festival 2024 di Benteng Vredeburg Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Pertunjukan yang dipadukan dengan media baru, video mapping atau seni cahaya itu menampilkan cerita wayang yang mengolaborasikan antara wayang orang, wayang golek, wayang kulit, dan musik kreasi lengkap dengan gamelan.

Hadirnya permainan cahaya dari video mapping tersebut membuat pertunjukan tersebut semakin memukau.

“Acara di Benteng Vredeburg ini memperkenalkan video mapping dengan cerita wayang, ada musiknya dan digelar secara singkat sehingga masyarakat bisa langsung tahu isi ceritanya,” kata Fadli.

Adaptasi, kata dia, menjadi kata kunci dalam upaya untuk melestarikan kebudayaan, terutama untuk menarik Gen Z.

Ia menjelaskan kolaborasi wayang dan video mapping tersebut bisa menjadi langkah awal untuk menarik banyak minat masyarakat, terutama generasi muda.

“Dari kolaborasi yang ada itu ditampilkan secara menarik, ada wayang kulit, ada wayang golek, ada wayang orang, ada video mapping-nya dikombinasikan sedemikian rupa, cerita tentang lakon Dewa Ruci bisa diselesaikan dalam kurang dari satu jam,” kata Fadli.

Meskipun memadukan seni tradisional dengan unsur digital, ia menyebut kolaborasi wayang dengan video mapping tetap menghadirkan pertunjukan yang sesuai pakem dan nilai-nilai tradisi seni budaya.

“Jadi fungsinya menurut saya adalah kita harus beradaptasi tapi kita juga harus menjaga, melestarikan budaya yang ada, yang menjadi klasik pakem,” ujar dia.

ICH Festival 2024 secara khusus memang ditujukan sebagai upaya pengenalan 13 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia yang telah diinskripsi oleh UNESCO, salah satunya kesenian wayang Indonesia.

Wamenbud Giring Ganesha menyebut kisah pewayangan adalah warisan budaya yang kaya akan nilai filosofi, moral, dan kebijaksanaan yang tetap relevan sepanjang zaman.

Pada era teknologi seperti sekarang, menurut dia, peluang besar terbuka bagi dalang, penari, dan pemain musik untuk menghidupkan kembali kisah-kisah legendaris melalui inovasi digital dan seni pertunjukan. (