Klaten – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT0 Jawa Tengah menggelar bedah buku “Mudah Mengkafirkan” Akar Masalah, Bahaya & Terapinya” terjemahan kitab Jawabus Sual fi Jihad Daf’i karya Syaikh Athiyyatullah Al-Libi di hotel Grand Tjokro, Klaten, Minggu (26/6/2016).
Bedah buku yang dihadiri sekitar 100 peserta dari organisasi massa, tokoh agama, tokoh masyarakat serta mantan anggota kelompok jaringan terorisme dan keluarganya di wilayah Solo Raya ini juga menghadirkan salah satu mantan tokoh kelompok jaringan Jamaah Islamiyah (JI), ustadz Abu Tholut sebagai narasumber.
Dalam pemaparannya, ustadz Abu Tholut menjelaskan bahwa buku itu pada dasarnya menyoroti paham sesat yang sudah ada sejak lama dalam sejarah Islam yaitu sekte Khawarij. Sekte Khawarij menjadi salah satu dari empat sekte bid’ah besar dalam sejarah Islam, selain Rawafidh (Syiah), murjiah, dan muktazilah.
“Ciri khas khawarij adalah pengkafiran tanpa kekufuran yang jelas (takfir ghoiru haq) dan pembunuhan tanpa alasan yang jelas (qatlu ghoiru haq),” kata Abu Tholut.
Sehingga, buku yang meski membedah penyimpangan seorang tokoh bernama Abu Maryam Al-Mukhlif ini tetap, relevan dalam menyoroti Khawarij masa kini yang direpresentasikan oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Pria yang juga jebolan Akademi Militer Mujahidin Afghanistan ini menjelaskan bahwa kapasitas keilmuan penulis yang cukup mumpuni berdasarkan cara metode penulis menjawab pertanyaan dan data yang disajikan oleh penulis.
“Penulis mengikuti manhaj Rasulullah SAW, dalam menjawab pertanyaan. Yaitu, menjelaskan secara detail dan luas dari pertanyaan yang singkat,” ujar pria yang dalam pergerakannya dulu pernah menjadi Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah yang membawahi kawasan, Kamimantan, Sulawesi, Sabah dan Filipina ini.
Abu Tholut juga menjelaskan bahwa ISIS juga membajak nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam menyebarkan pahamnya. Sebab, ketika diteliti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, muridnya, dan anak keturunannya berpendapat ada udzur jahil (dispensasi kebodohan) dalam Syirik Akbar.
“Ini berbeda dengan pandangan ISIS yang meyakini tidak ada udzur jahil dalam Syirik Akbar. Sehingga, ketika seseorang dituduh melakukan amalan kesyirikan langsung divonis kafir tanpa diberikan udzur. Jadi clear, ISIS ini bukan Wahabi,” kata Abu Tholut.
Dikatakannya, akhir zaman umatnya Nabi Muhammad akan pecah belah menjadi 73 aliran/milah. Ulama memberikan keterangan dan penjelasan bahwa yang akan masuk neraka diantaranya : Khawarij dan syiah. Sedang yang masuk surga ialah Ahlussunnah.
“ISIS sendiri memplokamirkan Khilafah mewajibkan baiat kapada imamnya. Jubir nya Abu Muhammad Al Adnani, dengan adanya deklarasi ini maka telah terdelegitimasi seluruh jamaah/ organisasi tidak sah.
Faham yang di anut ISIS itu adalah turunan dari faham Abu Maryam al Muhlifi,” katanya.
Dalam islam perbedaan ada 2, diantaranya Ikhtilaf Tanawu dan. Ikhtilaf At tadhu’ (bertentangan). Suatu ijtihad tidak bisa membatalkan ijtihad yang lain. “Maka sangat keliru jika kita beranggapan ISIS fahamnya sama dengan Al Qaedah. Akar ISIS dengan Al Qaeidah adalah unsur politik sehingga pecah sehingga saling mengkafirkan. Karena sesungguhnya fahamnya berbeda dari awal,” ujarnya
Selain itu, Abu Tholut juga membeberkan indikator-indikator sikap dan pandangan ISIS yang mirip dengan kelompok Khawarij klasik ‘azariqoh’ seperti pandangan mereka bahwa selain di luar kelompok mereka tidak menegakkan hukum Allah.
“Dalam pernyataan tokoh-tokoh mereka bahwa seluruh kaum Muslimin berada di darul kufur dan menolak legitimasi kelompok-kelompok Islam,” ujar Abu Tholut.
Dirinya meringkas menjadi tiga poin dari beberapa poin yang dijelaskan. Pertama, menyebarkan ilmu dengan dakwah dan pendidikan. Kedua, memahami realita aktual, ketiga, sabar dalam menghadapi kelompok-kelompok tersebut.